Janji yang Salah Kaprah - Pimnas part II
Karena janji adalah hutang, dan karena hutang harus dibayar.
Yap kata-kata itu telah membuat saya dalam keadaan ini.
mungkin tanpa janji itu, saya tidak bisa melangkah sejauh ini. Meskipun janji
itu terdengar sedikit bodoh, sedikit aneh, sedikit centong, atau apalah itu.
Lagi-lagi semua berawal dari kejadian kira-kira 6 bulan lalu
ketika saya dan teman-teman sedang melakukan pengabdian ke desa. Membimbing dan
mengarahkan ibu-ibu membuat produk dan berkarya. Terlepas dari itu, pergi ke
desa bagi kami merupakan kesenangan tersendiri karena disana juga terdapat
tempat wisata. Wisata alam yang nggak kalah seru. Dan ketika kami sedang
berjalan-jalan sekedar menikmati suasana, janji sejati seorang cowo terucap,” hmm, kalo aku dapet (medali)emas di
pimnas lombok, aku janji deh bakal nyebur ke embung ini”, kata saya sambil
menunjuk ke embung (waduk ) yang lokasinya bersebrangan dengan tempat wisata
desa. Teman-teman ku, reaksi mereka begitu bahagia membayangkan jika saya
nyebur ke embung berkedalaman sampai 7 meter tersebut.
Enam bulan berlalu dan saya telah melangkah jauh. Saya dan
tim, seperti saya tulis di posting sebelumnya, akhirnya diberi kesempatan untuk
menjadi bagian dari kontingen UGM di pimnas26 di lombok. Dan nampaknya ada yang
salah dengan pendengaran teman-teman tentang janji saya waktu itu. Mereka
menyuruh saya nyebur, padahal (medali) emas belum ditangan juga saya. Entahlah,
kata emas dengan pimnas mungkin sedikit mirip ya.
3 September 2013 | 19.30 kedinginan. Ditemani dinginnya
udara malam daerah Merapi. Dalam gelapnya Sleman-Jogja yang ketika itu mati
lampu. Saya dan the centongers menyusuri sepi-ramainya jalan Monjali dalam
keadaan basah kuyup. Yap, tak ada angin tak ada hujan dan kami basah kuyup?
Malam malam dari pakem ke kota Jogja? Ini centong tingkat tinggi. Tapi akhirnya
kami hanya cekikikan melihat tingkah kami sendiri.
Kejadiannya begitu cepat sehingga saya sangat susah untuk
mengelak. Diceburkan oleh 2 algojo centong. Burrrr… yap, saya nyegur meskipun dengan sedikit
terpaksa. Tapi tak apa, karena saya juga berhasil membuat satu algojo ikut
tercebur. Dingin, itulah rasanya. Tapi hati kami hangat dan senang.
Selanjutnya acara basah-basahan pun berlangsung. Membanjiri
rumah Pak Dukuh dengan heboh, bergulat di halaman yang penuh debu musim
kemarau, hingga kami tersadarkan oleh adzan maghrib. Bingung mau sholat dimana
karena semuanya basah dicampur debu, akhirnya kami menggelar tikar dan sholat
di tempat terbuka(parkiran wisata) yang dipenuhi rumput.
Entah apa yang orang pikir kan melihat tingkah kami.
Bersyukur ibu-ibu telah selesai kerupuk salak. Yang saya lihat hanya mereka di
tempat wisata yang masih memandang dengan tanda tanya. You know much better
than anyone else what you doing. Jadi, asikin aja semuanya.
Komentar
Posting Komentar