Memahami Fenomena Age Gelation pada Produk Susu UHT

Age gelation merupakan fenomena meningkatnya viskositas susu secara tajam yang akhirnya akan membentuk struktur gel pada susu UHT selama proses penyimpanan. Salah satu kasus terjadinya age gelation di produk susu Indonesia adalah berita tentang temuan gumpalan mirip kaki katak pada 2016 lalu.

Pada 2016 lalu, fenomena munculnya gumpalan mirip kaki katak dalam kemasan susu sempat membuat heboh masyarakat. Dilansir dari kompas.com, pihak produsen yaitu Plant Manager PT Ultrajaya, Azwar M Muhthasawwar menjelaskan bahwa hasil uji mikroskopis terhadap potongan padat yang diterima konsumen, baik dari segi tekstur, aroma maupun struktur sel menunjukkan bahwa padatan tersebut berupa gumpalan susu cokelat yang rusak.

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Prof. Purwiyatno Hariyadi menerangkan bahwa fenomena gumpalan tersebut merupakan age gelation. “Age gelation adalah fenomena meningkatnya viskositas susu secara tajam yang akhirnya nanti akan semakin kental dan membentuk struktur gel yang bersifat irreversible atau tidak bisa kembali ke bentuk cair. Hal ini terjadi secara unik pada susu UHT,” tuturnya pada In-depth Seminar Foodreview Indonesia: Ingredients and Dairy Technology yang diselenggarakan di Bogor pada 12 Juli 2018 lalu. Ia menjelaskan bahwa dalam susu normal mempunyai nilai viskositas sekitar 3 cP dan jika disimpan pada suatu kondisi atau suhu tertentu, maka ada suatu saat akan mengalami peningkatan viskositas mencapai 10 cP. Besarnya viskositas tergantung dari intensitas gel yang terbentuk.

Gambar 1. Susu yang mengalami age gelation dibandingkan dengan susu normal

Mekanisme age gelation dapat diketahui dengan sifat fisik dan kimia susu di mana susu mengandung dua jenis protein, yaitu kasein (sekitar 80%) dan protein whey (sekitar 20%). Salah satu jenis protein whey, β-laktoglobulin, mulai terdenaturasi pada suhu 55oC yang menyebabkan terputusnya ikatan disulfida sistein dan meningkatnya jumlah dan reaktivitas gugus tiol (-SH, sulfhidril). Denaturasi menyebabkan bentuk globular menjadi terbuka sehingga menghasilkan terbukanya gugus-gugus aktif. Gugus-gugus reaktif tersebut kemudian mencari pasangan dengan molekul lain yang mengandung –SH dan salah satu pasangannya adalah kappa kasein dari misel kasein.

Dalam kondisi normal, kappa kasein merupakan bagian dari misel kasein dalam sistem susu sehingga bersifat larut. Namun, ikatan antara kappa kasein (κ-kasein) dengan β-laktoglobulin terdenaturasi akan menyebabkan terbentuknya kompleks beta kappa (βκ) yang masih bersifat larut (Gambar 2). Setelah proses initial heat-induced changes, selama proses penyimpanan, susu UHT akan mengalami berbagai perubahan. Selama penyimpanan, perubahan yang terjadi adalah kompleks βκ mengalami pemutusan ikatan dari misel kasein karena rusaknya ikatan κ-kasein dan aktivitas protease. Kompleks βκ dan fragmen pecahannya kemudian akan saling berinteraksi dan membentuk struktur 3 dimensi sehingga terbentuklah gel.

Purwiyatno menuturkan bahwa tingkat kemudahan dan kecepatan pembentukan gel ditentukan oleh 3 proses, yaitu (i) tingkat intensitas proses awal yang menyebabkan pembentukan kompleks βκ, (ii) interaksi antara β-laktoglobulin dan κ-kasein, termasuk putusnya kompleks βκ dari misel kesein, dan (iii) pembentukan jaringan 3 dimensi komplek βκ dan interaksinya dengan protein lain. Mekanisme tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain metode dan intensitas pemanasan, proteolisis, mutu susu, suhu penyimpanan, aditif, dan kadar lemak.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa proses pemanasan awal dan kondisi sterilisasi akan memengaruhi lama waktu terjadinya gelasi. “Proses sterilisasi dengan kecukupan panas yang lebih tinggi akan menghasilkan susu dengan waktu gelasi yang lebih lama,” tutur Purwiyatno. Pada umumnya, pemanasan awal dilakukan pada suhu 80-95oC selama 30-60 detik dengan tujuan untuk stabilisasi β-laktoglobulin sebelum proses UHT. Stabilisasi β-laktoglobulin dilakukan untuk mencegah terjadinya deposit (fouling) pada kondisi UHT. Adapun pemanasan awal dengan suhu 72 oC selama 30 detik sampai 80 oC selama 30 detik bertujuan untuk menunda pembentukan gel. Penundaan ini disebabkan karena pengendapan protein whey pada permukaan misel kasein sehingga permukaan reaktif menjadi berkurang. Dilihat dari jenis pemanasannya, pada tingkat pemanasan yang sama (equivalent bactericidal effects), pemanasan langsung menghasilkan susu UHT dengan peluang gelasi yang lebih besar daripada pemanasan tidak langsung.

Tabel 1. Pengaruh pemanasan awal dan kondisi sterilisasi terhadap waktu gelasi susu UHT

Kondisi pemanasan awal (preheating)

Kondisi sterilisasi

Penyimpanan

Waktu untuk terjadinya gelasi, hari

Suhu, oC

Waktu, detik

Tanpa preheating

1405

3

30

96-99

72 oC/ 30 detik

1405

3

30

110-113

80 oC/ 30 menit

1405

3

30

117-120

30 oC/ 4 jam

1405

3

30

96-99

 

1355

3

30

96-99

 

1405

2

30

96-99

 

1405

3

30

96-99

 

1405

5

30

117-120

 

1455

3

30

110-113

70 oC/ 10 detik

142 (langsung)7

5

25

84-98

75 oC/ 10 detik

145 (tidak langsung)7

3

25

Tidak terjadi gelasi sampai 182 hari

Tanpa preheating

Proses langsung

 

20

42-70

Tanpa preheating

142 (langsung)10

6

 

150

Tanpa preheating

152 (langsung)10

6

 

214

60 oC/ 10 menit

130 (langsung)11

2

21

150

 

140 (langsung)11

2

21

180

 

150 (langsung)11

2

21

Tidak terjadi gelasi

Sumber: Puwiyatno Hariyadi (2018)

Aktivitas protease juga memengaruhi waktu gelasi susu UHT. Protease berperan dalam memecah atau memutus ikatan kompleks βκ dari misel kasein. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi aktivitas protease maka waktu gelasi akan semakin cepat. Faktor lain yang memengaruhi waktu gelasi susu UHT adalah mutu susu mentah yang digunakan, zat aditif seperti sodium phosphate dan sodium citrate, dan kadar lemak.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan memperlambat terjadinya gelasi adalah minimalisasi pembentukan kompleks βκ, menghambat pemutusan kompleks βκ dari misel kasein, menghambat aktivitas protease, baik protease bakterial maupun plasmid, dan menghambat pembentukan maktriks 3 dimensi yang akan membentuk gel. Penghambatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penggunakan high quality milk, penyesuaian kondisi pengolahan dan penyimpanan, serta penggunaan aditif. Fri-29

Tabel 2. Pengaruh aktivitas protease terhadap waktu gelasi susu UHT

Proteinase

Tingkat proteinase, ng ml-1

Aktivitas proteinase, U ml-1 x 10-3

Waktu gelasi, minggu

P. fluorences OM41

3

60

13,5-17,5

 

15

300

5,5-12,5

 

30

600

4,5-7,5

P. fluorences OM227

0,3

29,7

20,5-21,5

 

3

297

4,5-7,5

 

15

1485

0,5-3,5

 

30

2970

0,5-3,5

P. fluorences B 52

 

131

0,5

 

 

13

4-6

P. fluorences B 12

 

138

0,5

 

 

14

4-6

 

1-2

 

>12

P. fluorences

5

 

4

 

0,5-1,0

 

12

Sumber: Puwiyatno Hariyadi (2018)

 


Declaimer: Artikel ini sebelumnya telah terbit di Majalah Foodreview Indonesia. Lebih lengkapnya silakan kunjungi www.foodreview.co.id atau email: langganan@foodreview.co.id




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II