Kayu Manis dan Senyawa Turunannya: Potensi Ingridien Pangan Fungsional
Kayu manis telah diketahui mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, terutama perannya sebagai agen anti-inflamasi, antitumor, antikanker, dan antihipertrigliseridemia. Manfaat tersebut karena kandungan utama senyawa fitokimia dalam kayu manis, misalnya kelompok fenolat dan folatil. Senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dengan proses ekstraksi pada bagian-bagian yang berbeda dari kayu manis.
Dimas & Koen (2017) menjelaskan bahwa bagian-bagian kayu manis seperti kulit kayu, daun, ranting, kayu, dan buah dapat dengan mudah digunakan untuk produksi minyak folatil dengan metode distilasi dan oleoresin dengan solvent extraction. Oleoresin merupakan konsentrat ekstrak dari rempah atau herba aromatik yang diperoleh dari perlakuan pertama rempah dengan pelarut dan kemudian mengilangkan pelarut tersebut. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan spesies kayu manis berpengaruh secara signifikan terhadap kandungan flavonoid dan kapasitas antioksidannya. Umur kayu manis juga memengaruhi komposisi kimia dari minyak folatil dan oleoresin. Beberapa spesies kayu manis, bagian yang diekstrak, serta kandungan utamanya dapat dibaca pada Tabel 1.
Tabel
1. Beberapa spesies kayu manis, bagian yang diesktrak, bentuk ekstrak, dan
komponen utamanya
Spesies
|
Bagian
dari tanaman |
Bentuk
|
Komponen
utama |
C. zeylanicum Blume |
Kulit
kayu |
Oleoresin
|
trans-Cinnamaldehyde
(50%) |
C. camphora |
Daun
|
Minyak
esensial |
Champor
(73,8%) |
C. glaucescens |
Buah
|
Minyak
esensial |
1,8
Cinneole (43,58%) |
C. altissimum |
Kulit
kayu |
Minyak
esensial |
Linalool
(36%) |
C. cassia Presi |
Daun
|
Minyak
esensial |
trans-Cinnamaldehyde
(30,36%) |
C. zeylanicum Blume |
Daun
|
Minyak
esensial |
Eugenol
(79,75%), e-cinnamaldehyde (16,25%) |
C. tamala (Buch.-Ham.)
Nees et Eberm |
Daun
|
Minyak
esensial |
5-(-2-Propenil)-1,3-benzodioxole
(28,67%), e-Cinnamaldehyde (15,9%) |
C. pauciflorum Nees |
Daun
|
Minyak
esensial |
Eugenol
(54,74%), trans-cinnamaldehyde (12,8%) |
C. burmannii (C.G &
Th. Nees) Blume |
Daun
|
Minyak
esensial |
trans-Cinnamaldehyde
(60,17%) |
C. zeylanicum Blume |
Kulit
kayu |
Minyak
esensial |
Eugenol
(74,92%) |
Sumber:
Dimas & Koen (2017)
Dengan
meningkatnya berbagai masalah kesehatan seperti penyakit kronis dan sindrom
metabolisme, maka banyak eksplorasi dan identifikasi senyawa bioaktif dari
tanaman yang berpotensi menjadi alternatif sebagai agen pengobatan. Kayu manis
telah menjadi obat tradisional di banyak negara di dunia. Manfaat dari kayu
manis antara lain karena aktivitas anti-inflamasi, antitumor dan antikanker,
antidiabetes, antihipertrigliseridemia, dan menjaga sistem pencernaan.
Dalam
bidang pangan, kayu manis terutama bermanfaat karena sifat antimikrobia dan
antioksidannya. Kayu manis diketahui mempunyai aktivitas antimikrobia, terutama
dalam melawan Bacillus subtilis,
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Eschericia coli, Salmonella typhi,
dan Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas
antimikrobia tersebut juga terjadi pada kelompok fungi, yaitu sebagai aktivitas
antifungi, seperti aktivitas melawan Aspergillus
(A. niger, A, flavus, A ochraceus, dan A.
terreus), Fusarium (F. graminearum dan F. moniliforme), dan Penicillium
(P. citrinum dan P. viridicatum).
Dimas
& Koen (2017) menjelaskan bahwa minyak esensial dari C. zeylanicum pada konsentrasi 500 ppm terbukti mampu menghambat
pertumbuhan beberapa spesies dari Streptococcus,
Enterococus, Acinetobacter, Enterobacter, Klebsiella, Proteus, Mycobacterium,
Clostridium, Listeria, dan Candida.
Selain itu, minyak esensial C. cassia
dengan konsentrasi 0,05% secara efektif menghambat pertumbuhan E.coli. Aktivitas penghambatan tersebut
tergantung dari jenis strain dan jumlah awal populasi mikroba target.
Potensi
aktivitas penghambatan mikroba dari kayu manis juga telah diujicobakan pada
produk pangan. Pada susu pasteurisasi dengan getaran listrik, penambahan 5%
kayu manis berhasil mereduksi aktivitas sel Salmonella
typhimurium sebesar 52%. Minyak esensial kayu manis pada konsentrasi 0,,005
– 0,5% juga menunjukkan aktivitas penghambatan yang baik terhadap pertumbuhan Streptococcus thermophiles pada yogurt,
lebih baik dibanding aktivitas antimikrobia minyak esensial mint, kapulaga dan
cengkeh. Pada produk daging, kayu manis memberikan aktivitas antimikrobia yang
lebih baik daripada oregano. Film bilayer agar dan alginat yang diperkaya
dengan minyak esensial kayu manis pada konsentrasi 2 g/100 ml menunjukkan
aktivitas antimikrobia pada udang kupas, terutama dalam menghambat bakteri
patogen Listeria monocytogenes.
Sementara itu,
pengujian sifat antioksidan dari minyak esensial dan oleoresin kayu manis juga
telah dilakukan dengan berbagai metode pengujian seperti 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), ferric
reducing antioxidant power (FRAP), superoxide
radical anion, dan oxygen radical
absorbance capacity (ORAC). Dalam uji DPPH, ekstrak daun C. iners mengandung senyawa fenolat,
flavonoid dan komponen antioksidan yang memberikan kapasitas antioksidan yang
lebih tinggi dibandingkan butylated
hydroxy anisole (BHA). Dalam penelitian lain, Dimas & Koen (2017)
menjelaskan bahwa minyak esensial dari C.
glaucescens memberikan aktivitas penangkapan radikal bebas yang lebih baik
dibanding butylated hydroxy toluene (BHT).
Adapun dari segi bioaksesibilitas dan biavailabilitasnya, penelitian yang dilakukan Helal dkk. (2014) dengan menggunakan model pencernaan untuk mengevaluasi polifenol pada minuman berbasis kayu manis menunjukkan bahwa bioaksesibilitas total fenol mencapai 79%. Di samping itu, penelitian dengan menggunakan minuman berbasis kopi dan kayu manis juga menunjukkan hasil yang mirip. Bioaksesibilitas merupakan jumlah komponen yang berhasil keluar dari matrik bahan pangan sehingga tersedia untuk dicerna dalam usus halus. Bioaksesibilitas dan biavailabilitas dipengaruhi oleh konsentrasi awal komponen, matriks bahan pangan dan kondisi usus halus. Misalnya, adanya susu dalam sistem akan mengurangi bioaksesibilitas polifenl karena komponen fenolat mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kasein susu.
Referensi:
Dimas Rahardian
Aji Muhammad & Koen Dewettinck (2017): Cinnamon and its derivative as
potential ingredient in functional food—A review, International Journal of Food
Properties.
Helal, A.,
Tagliazucchi, H.D., Verzelloni, E., Conte, A. Bioaccessibility of polyphenols
and cinnamaldehyde in cinnamon beverages subjected to in vitro
gastro-pancreatic digestion. Journal of Functional Foods (2014), 7, 506 – 516
Declaimer: Artikel ini sebelumnya telah terbit di Majalah Foodreview Indonesia. Lebih lengkapnya silakan kunjungi www.foodreview.co.id atau email: langganan@foodreview.co.id
Komentar
Posting Komentar