Pangan dan Wisata Halal, Industri Menjanjikan Masa Depan

Industri pangan merupakan industri penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar pada sektor industri nonmigas di kuarter ke-3 tahun 2017 sebesar 35% atau naik 2% dari tahun 2016 yang sebelumnya pada angka 32%. Hal tersebut tentu tidak akan terwujud tanpa kerjasama yang baik antar industri, pemerintahan serta konsumen sendiri.

Berdasarkan data dari Bank Dunia, Indonesia memiliki populasi masyarakat muslim mencapai 80% atau sekitar 200 juta dari 261,1 juta masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peringkat pertama populasi muslimnya. Tetapi, sebuah penelitian terbaru menujukkan bahwa di tahun 2050, Indonesia tidak lagi menjadi negara dengan populasi muslim nomor satu bahkan turun hingga peringkat ke 3. Peringkat pertama dan kedua secara berturut-turut ditempati oleh India dan Pakistan dengan jumlah populasi sekitar 310 juta atau sekitar 11,2% total populasi dunia (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar 10 Negara dengan Populasi Muslim terbesar 2010 dan 2050

No

Negara

Populasi Muslim Tahun 2010

% Populasi Muslim di Dunia Tahun 2010

No

Negara

Populasi Muslim Tahun 2050

% Populasi Muslim di Dunia Tahun 2050

1

Indonesia

209,120,000

13,1%

1

India

310,660,000

11,2%

2

India

176,200,000

11,0

2

Pakistan

273,110,000

9,9

3

Pakistan

167,410,000

10,5

3

Indonesia

256,820,000

9,3

4

Bangladesh

134,430,000

8,4

4

Nigeria

230,700,000

8,4

5

Nigeria

77,300,000

4,8

5

Bangladesh

182,360,000

6,6

6

Mesir

76,990,000

4,8

6

Mesir

119,530,000

4,3

7

Iran

73,570,000

4,6

7

Turki

89,320,000

3,2

8

Turki

71,330,000

4,5

8

Iran

86,190,000

3,1

9

Aljazair

34,730,000

2,2

9

Irak

80,190,000

2,9

10

Moroko

31,930,000

2,0

10

Afganistan

72,190,000

2,6

Subtotal

1,053,010,000

65,8

Subtotal

1,701,070,000

61,6

Subtotal untuk sisa dunia

546,700,000

34,2

Subtotal untuk sisa dunia

1,060,410,000

38,4

Total Dunia

1,599,700,000

100,0

Total Dunia

2,761,480,000

100,0

Sumber: GAPMMI (2018)

 

Hal tersebut tentu tidak dapat terjadi tanpa dasar. Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Lembaga Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Doni Wibisono mengatakan bahwa data tersebut adalah hasil daripada perilaku konsumen yang didominasi oleh generasi milenial yang menghabiskan lebih banyak pengeluaran pada sektor wisata halal.

“Jadi, memang bukan lagi pada sektor makanan dan minuman. Tetapi pada sektor wisata halal yang tentu didukung dengan semakin mudahnya teknologi dan jangkauan untuk menuju suatu tempat wisata, Tetapi, dengan begitu seharusnya kita bisa memanfaatkan keadaan dengan bekerja sama yang baik dengan kepariwisataan,” jelas Doni dalam  seminar Italy-Indonesia Halal Food Products: Requirements and Regulations yang diselenggarakan di Jakarta pada 8 Februari 2018.  

Selain faktor wisata halal, lebih lanjut Doni juga menuturkan bahwa merosotnya Indonesia pada data tersebut juga akan dipengaruhi oleh industri pangan Indonesia yang terlalu terlena dengan kondisi yang terjadi saat ini. Karena industri pangan khususnya untuk produk halal masih didominasi Indonesia saat ini, menjadikan Indonesia tidak terpacu untuk lebih mengembangkan dan berdaya saing dengan negara-negara lain di luar sana. Akibatnya, seperti pada data tersebut, Indonesia digeser oleh dua negara, yaitu India, dan Pakistan yang pertumbuhan industrinya mulai melaju kencang. “Kita terlalu terlena dan dimanjakan dengan data saat ini bahwa kita adalah negara dengan muslim tertinggi. Padahal negara-negara tetangga sudah menyiapkan banyak strategi untuk dapat mengambil alih pasar. Apalagi didukung wisata halal yang memudahkan akses-akses travelling dan mencicipi makanan halal bagi generasi milenial,” ungkapnya.

Menurutnya, sudah saatnya industri pangan mulai membuat strategi dengan bekerjasama dengan industri kepariwisataan agar pasar halal Indonesia tetap stabil dan dapat terus meningkatkan produksi industri pangan. Terkait dengan produk halal di Indonesia, Doni menjelaskan bahwa beberapa produk yang paling banyak mendominasi adalah flavor, seasoning, dan restoran berdasarkan data dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) seperti yang tertera pada Tabel 2.

 

Tabel 2. Kategori produk halal Indonesia yang telah terdaftar di LPPOM MUI

No

Kelompok Produk

Jumlah (%)

1

Flavor, Seasoning, dan Wewangian

21.397

2

Restoran

7.692

3

Spices, Seasoning, dan Condiments

2.542

4

Snack

2.530

5

Minuman, dan Bahan Minuman

2.198

6

Kosmetik

2.007

7

Lainnya

1.993

8

Daging dan Produk olahan daging

1.600

9

Tanaman dan produk olahan tanaman

1.574

10

Ekstrak

1.565

11

Minyak, lemak, dan produk olahan

1.524

Sumber: GAPMMI, 2018

 

Untuk pengajuan sertifikasi halal sebelum Undang-undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk halal, proses pengajuan dilakukan dengan mengajukan dokumen terkait pada LPPOM MUI yang kemudian akan diaudit dan dilaporkan pada majelis ulama Indonesia (MUI) untuk mendapatkan fatwa dan LPPOM MUI dapat mengeluarkan sertifikat halal. Namun, setelah pengesahan UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal proses sertifikasi produk halal akan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Berbeda dengan LPPOM MUI, BPJPH memiliki kerjasama dengan beberapa lembaga halal di luar negeri sehingga kegunaannya sangat menguntukan bagi industri pangan khususnya. Kendati demikian, masih banyak pula pelaku industri yang resah akibat beredarnya isu yang menyatakan bahwa sertifikat halal tidak berlaku.

“Adanya kabar hoaks mengenai tidak berlakunya sertifikat halal MUI ini tentu meresahkan banyak pihak. Padahal, sesuai dengan UU 33 Tahun 2014 pasal 58 sertifikat halal yang telah ditetapkan oleh MUI sebelum UU 33 tahun 2014 berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu sertifikat halal terebut berakhir serta pada pasal 59 yang menyatakan Sebelum BPJPH dibentuk, pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikat Halal yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan,” tuturnya.


Gambar 1. Alur proses pengajuan sertifikasi halal BPJPH (Sukoso, 2018)
 


Serupa dengan Doni, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (
BPJPH), Prof. Ir. Sukoso., M.Sc, Ph.D yang mengatakan bahwa, masyarakat, pelaku indutri tidak perlu khawatir dengan sertifikat hala MUI yang masih memiliki masa berlaku. Karena hal tersebut masih dapat digunakan sampai habis masa waktunya seperti tertuang pada pasal 58. Sukoso juga menambahkan, terbentuknya BPJPH dalam sertifikasi halal ini tetap akan bersinergi dengan MUI dan lembaga pemeriksa halal (LPH). 

“Kita tentu akan saling bersinergi satu sama lain. Pengajuan yang diberikan pada BPJPH akan kami teruskan pada LPH dan MUI untuk menerima fatwa yang kemudian akan kami terima dan rundingkan kembali untuk penerbitan sertifikat dari pihak pemohon,” pungkasnya.

Proses sertifikasi halal BPJPH yang bersinergi dengan MUI dan LPH akan memakan waktu hingga sekitar 1,5 bulan tergantung pada beberapa kondisi dari para pemohon maupun pihak BPJPH sendiri seperti pada Gambar 1.


Declaimer: Artikel ini sebelumnya telah terbit di Majalah Foodreview Indonesia. Lebih lengkapnya silakan kunjungi www.foodreview.co.id atau email: langganan@foodreview.co.id



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II