Izrail Bilang Ini Hari Terakhirku
Andaikan kita sadar bahwa tiap nafas kita adalah selangkah mendekati ajal, masihkah kita habiskan detik demi detik hidup kita dengan pilihan dan aktivitas yang tak menghebatkan? Saya berpikir, andaikan setiap saat kita menghadirkan ingatan terhadap kematian, saya yakin kita akan berpikir jutaan kali sebelum memutuskan untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam hidup ini.
Sayangnya, kita sering kali lupa bahwa kita bisa mati kapan saja. Ketika kita menulis status di facebook atau twitter, pernah ngga kita berpikir, jangan-jangan itu adalah status yang terakhir kali kita tulis sebelum mati? Jarang banget kan? Padahal, kita semua tahu bahwa tak ada jaminan kita masih hidup beberapa saat setelah ini.
Mengingat kematian adalah pengendali diri yang baik. Coba pegang pergelangan tangan kita, lalu pejamkan sejenak. Rasakan detakan nadi kita. Tiap nadi berdetak, hakikatnya kita sedang berjalan mendekati titik bernama kematian. Sekolah dan kuliah boleh saja libur, tapi percayalah bahwa perjalanan kita menuju kubur ngga pernah libur. Kerja boleh saja citu, tapi percayalah bahwa perjalanan usia kita ngga pernah cuti.
diambil dari buku "Izrail bilang ini hari terakhirku" karya Ahmad Rifai Rif'an
Sayangnya, kita sering kali lupa bahwa kita bisa mati kapan saja. Ketika kita menulis status di facebook atau twitter, pernah ngga kita berpikir, jangan-jangan itu adalah status yang terakhir kali kita tulis sebelum mati? Jarang banget kan? Padahal, kita semua tahu bahwa tak ada jaminan kita masih hidup beberapa saat setelah ini.
Mengingat kematian adalah pengendali diri yang baik. Coba pegang pergelangan tangan kita, lalu pejamkan sejenak. Rasakan detakan nadi kita. Tiap nadi berdetak, hakikatnya kita sedang berjalan mendekati titik bernama kematian. Sekolah dan kuliah boleh saja libur, tapi percayalah bahwa perjalanan kita menuju kubur ngga pernah libur. Kerja boleh saja citu, tapi percayalah bahwa perjalanan usia kita ngga pernah cuti.
diambil dari buku "Izrail bilang ini hari terakhirku" karya Ahmad Rifai Rif'an
Komentar
Posting Komentar