Haruskah Seorang Muslim Memilih Partai Islam?
Ahad, 7 Desember 2014
Masa kampanye Pemilwa KM UGM baru saja berakhir tadi malam. Semua spanduk dan poster, yang membuat orang sekilas mengalihkan mata, pun dicopot. Dan saya pribadi belum menentukan pilihan. Memang bukan orang yang suka ikut campur masalah politik sih, karena sekedar menjadi pengamat saja sudah bikin geleng-geleng kepala.
Yap, meskipun ini cuma permainan politik di wilayah kampus. Tapi, paling ngga seperti ini juga gambaran sederhana politik di Indonesia. Dan yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah haruskah seorang muslim pemilih partai berbasis islam?
Seorang adek angkatan bilang Saya milih si A karena dia rajin sholat. Alasan yang simpel tapi boleh juga. Dalam hati saya cuma bilang nggrunyem "Emang yang lain ngga rajin sholat po?".
Cara kampanye partai A juga ngga beda jauh tuh sama partai-partai lain. Malah, saya lihat mereka mencoba terlihat membaur dengan mahasiswa dengan bukan menjadi diri mereka sendiri. Bisa dilihat di salah satu poster peringatan hari guru kemarin. *geleng-geleng kepala nih*
Haruskah seorang muslim pemilih partai berbasis islam? Saya tahu mereka adalah pendukung Prabowo, tapi ketika sekarang yang terpilih adalah Jokowi, apakah sampai sekarang belum bisa ikhlas juga? Kenapa mereka sampai sekarang masih mencerca Jokowi?. Katanya MUSLIM?. Bukannya tugas kita sekarang adalah bekerja sama dan mengawal jalannya roda pemerintahan? tapi kenapa mereka masih sering menghujat?. *tiba-tiba miris*
Saya bisa menulis seperti ini karena teman-teman saya adalah golongan itu. Di grup whatsapp, di beranda facebook hampir tiap hari saya melihat nyinyiran mereka. Dari situ malah muncul pertanyaan lagi. Sebenarnya bagaimana sih memaknai arti sebuah kata dakwah menurut mereka?. Bayangin dah kalo kita jadi umat minoritas di negeri ini, bayangin dah kalo kita sekarang berada di posisi mereka yang nonmuslim di Indonesia. Hmm *jadi pusing sendiri*
Saya memang masih awam sekali agama saya sendiri, makanya perlu kehati-hatian dalam memilah dan memilih ilmu agama. Apakah yang kita ambil benar-benar shahih?
Bagaimanapun, umat beragama lain pada dasarnya sama seperti umat muslim, yaitu sedang berusaha menuju-Nya. Semua pilihan orang lain harus dihargai seperti diri kita ingin dihargai memilih wasilah agama islam. Jadi, awal mulanya kesalahan beragama adalah menganggap agama islam seperti partai politik. Kesalahan dalam menempatkan mana yang wasilah (sarana menuju) mana yang ghoyyah (tujuan akhir). Akhirnya bisa tumbuh sikap berlebih-lebihan dalam beragam Islam dan sibuk berkampanye atribut agama Islam yang disertai kebencian terhadap umat beragama lain. Akibatnya lupa pada pokok agama Islam. Mirip orang partai politik masa kini. (Kembali Menjadi Manusia, Doni Febriando, 2014)
Yap sekian dulu tulisan kali ini. Ada yang merasa perlu diluruskan dengan tulisan saya? monggo diskusi bareng.
Wassalam
Masa kampanye Pemilwa KM UGM baru saja berakhir tadi malam. Semua spanduk dan poster, yang membuat orang sekilas mengalihkan mata, pun dicopot. Dan saya pribadi belum menentukan pilihan. Memang bukan orang yang suka ikut campur masalah politik sih, karena sekedar menjadi pengamat saja sudah bikin geleng-geleng kepala.
Yap, meskipun ini cuma permainan politik di wilayah kampus. Tapi, paling ngga seperti ini juga gambaran sederhana politik di Indonesia. Dan yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah haruskah seorang muslim pemilih partai berbasis islam?
Seorang adek angkatan bilang Saya milih si A karena dia rajin sholat. Alasan yang simpel tapi boleh juga. Dalam hati saya cuma bilang nggrunyem "Emang yang lain ngga rajin sholat po?".
Cara kampanye partai A juga ngga beda jauh tuh sama partai-partai lain. Malah, saya lihat mereka mencoba terlihat membaur dengan mahasiswa dengan bukan menjadi diri mereka sendiri. Bisa dilihat di salah satu poster peringatan hari guru kemarin. *geleng-geleng kepala nih*
Haruskah seorang muslim pemilih partai berbasis islam? Saya tahu mereka adalah pendukung Prabowo, tapi ketika sekarang yang terpilih adalah Jokowi, apakah sampai sekarang belum bisa ikhlas juga? Kenapa mereka sampai sekarang masih mencerca Jokowi?. Katanya MUSLIM?. Bukannya tugas kita sekarang adalah bekerja sama dan mengawal jalannya roda pemerintahan? tapi kenapa mereka masih sering menghujat?. *tiba-tiba miris*
Saya bisa menulis seperti ini karena teman-teman saya adalah golongan itu. Di grup whatsapp, di beranda facebook hampir tiap hari saya melihat nyinyiran mereka. Dari situ malah muncul pertanyaan lagi. Sebenarnya bagaimana sih memaknai arti sebuah kata dakwah menurut mereka?. Bayangin dah kalo kita jadi umat minoritas di negeri ini, bayangin dah kalo kita sekarang berada di posisi mereka yang nonmuslim di Indonesia. Hmm *jadi pusing sendiri*
Saya memang masih awam sekali agama saya sendiri, makanya perlu kehati-hatian dalam memilah dan memilih ilmu agama. Apakah yang kita ambil benar-benar shahih?
Bagaimanapun, umat beragama lain pada dasarnya sama seperti umat muslim, yaitu sedang berusaha menuju-Nya. Semua pilihan orang lain harus dihargai seperti diri kita ingin dihargai memilih wasilah agama islam. Jadi, awal mulanya kesalahan beragama adalah menganggap agama islam seperti partai politik. Kesalahan dalam menempatkan mana yang wasilah (sarana menuju) mana yang ghoyyah (tujuan akhir). Akhirnya bisa tumbuh sikap berlebih-lebihan dalam beragam Islam dan sibuk berkampanye atribut agama Islam yang disertai kebencian terhadap umat beragama lain. Akibatnya lupa pada pokok agama Islam. Mirip orang partai politik masa kini. (Kembali Menjadi Manusia, Doni Febriando, 2014)
Yap sekian dulu tulisan kali ini. Ada yang merasa perlu diluruskan dengan tulisan saya? monggo diskusi bareng.
Wassalam
Asik
BalasHapusSetuju bang bro
Lama lama kita jadi Muslim yang loyal ke partai klo gitu .. Bukannya civil society yang sadar pemimpin terbaik seharusnya sapa dan bagaimana
:)