Tentang Tulisan
Menulislah,
atau Kau akan menghilang dalam pusaran sejarah. Menulis itu pekerjaan
panggilan hati, seorang penulis itu juga penjaga peradaban agar tak punah,
menulis berarti mengikat ilmu, menulis berarti seperti seorang bidan yang
membantu kelahiran bayi-bayi sejarah yang akan dikenal, dirasakan, kemudian
tumbuh menjadi besar. Menulis berarti membenihkan gagasan untuk ditelurkan
sebelum akhirnya berkecambah seperti pohon kacang polong yang tumbuh
terus-menerus hingga ke atas langit.
Bayangkanlah sebuah dunia tanpa
tulisan, betapa sepinya, tak ada hiruk-pikuk pengetahuan, tak ada debat
intelektual, perpustakaan-perpustakaan menjadi sepi, dunia hanya diliputi
kertas kosong berwarna putih. Tak ada gedung-gedung tinggi sebab tak ada yang
menulis tentang teknik konstruksi bangunan, tak ada tanaman bonsai sebab para
ilmuan tak menuangkan bagaimana ilmu mengarbit tanamannya dalam sebuah tulisan.
Tak ada pemerintahan bercorak nasionalisme, sebab para penggagasnya hanya
memikirkan ide itu di dalam otaknya.
Peradaban sejarah lebih dikenal
setelah berlalunya masa nirlekha (masa pra tulisan) dimana manusia bisa meniru
pemikiran para pendahulunya setelah mereka berkomunikasi dengan buku-sebuah
jembatan menuju mesin waktu masa silam, kita merasakan hidup di jaman para
penulis itu dan ikut merasakannya.
Mungkin salah satu pesan dalam buku
itu mengajak kita untuk selalu menulis, menulis itu untuk mengekalkan kita,
menulis bisa juga sebagai amal shalih kita yang selama ini tak pernah kita
sadari sebagai amal shalih. Banyak orang di dunia ini datang dan pergi tanpa
sesuatu yang berarti, mereka datang seperti mendung dan menghilang seperti
hujan, bahkan jejak-jejaknya sendiri menguap tanpa bekas.
let's write |
Mereka yang tak pernah menulis
nasibnya akan seperti bermiliar manusia yang lain, sejak zaman Nabi Adam hingga
zaman akhir seperti ini, manusia datang dan pergi silih berganti, ia seperti
tunas-tunas muda, menjadi pohon tua sebelum akhirnya layu dan mati. Apakah kita
yang dikaruniai akal dan pikiran akan memandang kehidupan ini dengan cara yang
sama? Kita manusia yang diserahi tugas mengemban amanat bumi ini, mengapa ikut
musnah ditelan bumi?
Tulisan ini diambil dari “Orang
Miskin Dilarang Sekolah”, karya Wiwid Prasetyo
Komentar
Posting Komentar