Budaya Antre yang Sangat Mahal
Dalam ribuan warga yang mengantri, juga terlihat para orang tua dan anak-anak yang ikut berdesakan untuk mendapatkan uang sebesar 10 ribu rupiah. Aksi saling dorong tidak terhindarkan saat ribuan warga mengantre pembagian uang sedekah di desa Sawoan Kecamatan Buduran itu. Banyaknya warga yang berebut mendapatkan uang tersebut, membuat petugas yang berjaga kewalahan mengendalikan warga yang berusaha mencapai barisan terdepan. Sejumlah anak dan lansia yang ikut mengantre, banyak yang terhimpit ditengah kerumunan massa. (http://m.inilah.com/)
Itulah sekelumit berita yang menggelitik saya untuk menuliskan postingan ini. Bulan Ramadhan memang dijadikan olah seluruh umat islam di dunia untuk berlomba-lomba berbuat kabaikan, atau bahasa kerennya Fastabiqul Khairoh. Tapi, apa jadinya jika hal baik yang sejatinya mendatangkan manfaat malah membawa mudhorot yang lebih besar.
Sudah “tidak asing” kan di telinga kita, berita-berita lain yang sejenis seperti diatas. Miris sekali rasanya mendengar berita orang tua meninggal karena berdesakan demi mendapat shodaqoh. Tidak cuma satu orang, namun belasan bahkan puluhan yang menjadi korban. mulai dari terinjak-injak, pingsan, sampai yang meninggal.
kasian lihat anaknya (pressphoto.co) |
Apa yang salah sebenarnya. Shodaqoh itu nggak salah kan? Kaum dhuafa juga berhak menjadi sasaran shodaqoh kan? Nah, masalahnya cuma satu kayaknya. ANTRE atau ANTRI (maaf, saya bingung mana yang sesuai EYD). Yap, antre belum menjadi budaya di Indonesia. Antre masih menjadi sesuatu yang sangat mahal di Indonesia. Mulai dari antri membeli tiket di loket stasiun, antre di depan WC, antre di kasir, antre di lampu merah, dan antre-antre lainnya.
Saya sebut kata “tidak asing” dalam paragraf ke-3 karena budaya KITA adalah bukan budaya antre. Istilah kerennya main serobotan, atau apapun itu. Indahnya membayangkan jika aksi memberi shodaqoh bisa berjalan tertib, meskipun antrean begitu mengular tapi semuanya aman. Para penerima shodaqoh bisa mengantri sembari berkenalan, bersilaturrahmi satu sama lain, yang sepuh bisa mengantri sambil duduk. Bangga deh dengan Indonesiaku…
Saya jadi ingat masa-masa SMA dimana tiap hari sudah berteman dengan yang namanya antre. Contohnya adalah Sarapan, makan siang, dan makan malam yang harus antre. Panjang antrean 180 siswa selalu memenuhi kantin di jam makan. Nggak nanggung-nanggung, lama antrean bisa sampai setengah jam. Bayangkan saja, setiap hari dan sehari tiga kali, harus antre seperti itu. Tapi, kenyataannya kami para siswa disitu menikmatinya. Tidak ada main serobot, yang ada adalah kami menghabiskan waktu ngantre dengan sekedar ngobrol, baca buku, atau mengaji. (Nostalgia IC). Tidak ada yang merasa dirugikan karena semuanya telah ada bagiannya masing-masing.
Dalam sebuah hadist, Nabi bersabda :
"Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya." (HR. Bukhori Muslim)
Yap, jelas kan diatas tertulis bahwa Rizki telah ditetapkan Alloh kepada kita. Jadi, tidak usah khawatir kita tidak kebagian rizki-Nya karena Dia lah yang Maha Adil.
Nah, sekarang tinggal bagaimana kita meraih rizki tersebut. Tentunya harus cara yang baik kan? Antre salah satunya.
Komentar
Posting Komentar