Esensi Sebuah Perjalanan
Aku mengucek-ucek
mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit
lagi saja hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm Museum Louvre akan
berdering-dering. Aku menyerah. Aku tak bisa menemukan apa yang aneh pada
lukisan itu. “yang kau lihat itu bukan kufic biasa tapi pseudo-kufic, biasanya
dibuat oleh non muslim yang meniru inkripsi arab. Kalau melihat nama pelukisnya
yang orag italia, tentulah ia bukan muslim. Pseudo-kufic lebih susah
diinterpretasi daripada kufic biasa. Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda
Maria itu bertahtakan kalimat tauhid laa
ilaaha illallah, Hanum”, Ungkap Marion akhirnya.
99 Cahaya di Langit Eropa |
Itulah sepenggal kejadian dalam novel berjudul “99 Cahaya di
Langit Eropa”. Tidak seperti novel bergender traveling lainnya yang mengedepankan tips berwisata murah dan
hemat, novel karangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ini lebih
menitik-beratkan pada esensi dari perjalanan itu sendiri. Perjalanan mereka
bukanlah untuk melihat Eiffel, Collosseum, San siro, ataupun Tembok Berlin
seperti yang menjadi tujuan wisatawan pada umumnya. Bagi saya, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang
sangat luhur, peradaban keyakinan saya, Islam. Begitulah kata Penulis.
Perjalanan Penulis dimulai dari Wina, Austria. Disini, Hanum
dipandu oleh temannya yang juga seorang muslimah. Ternyata bagaimana pun juga,
Wina menjadi saksi dari kekuatan Kesultanan Usmaniyah/Ottoman sekitar 300 tahun
lalu. Wina menjadi kota terakhir yang akan ditaklukan oleh panglima Kara
Mustafa Pasha, hingga akhirnya ia mengalami kegagalan. Dari Wina, Hanum dan
Rangga mendapatkan kesempatan untuk ke Paris. Belum dianggap ke Eropa jika belum menginjakan kaki di bumi Paris, begitu
kata buku-buku traveling. Berkat
arahan dari seorang ustadz di Wina, Meraka akhirnya bertemu dengan Marion,
seorang ahli sejarah yang mendalami sejarah islam hingga akhirnya ia menjadi
seorang muallaf.
“kau lihat Hanum? Air mancur besar, Monumen
Obelisk Mesir, jalan Champs-elyees, dan Monumen Arc de Triomphe di ujung jalan
sana membentuk garis lurus yang sempuna. Ini disebut Axe Historique atau garis
imejiner yang tepat membelah kota Paris. Banyak bangunan penting yang tepat
berada di garis ini. Sekarang kita berdiri disini, Monumen du Carrousel, lalu
monumen berbentuk pensil di depan sana itu adalah Obelisk luxor, di
tengah-tengah alun-alun Place de la Concorde.” Begitulah Marion menjelaskan.
Axe Historique |
Tahukah anda, kemana garis tersebut mengarah jika terus
ditarik lurus ke arah timur tenggara?. Jawabannya sungguh mengejutkan. Garis
tersebut menuju Mekkah. Voie Triomphale.
Jalan menuju kemenangan. Mekkah. Kiblat. Arah paling istimewa bagi seluruh umat
muslim di seluruh dunia. Dan perlu diketahui bahwa yang membuat garis
tersebut adalah Napoleon Bonaparte. Dapatkah anda menjelaskan mengapa orang
sebesar Napoleon membuat Axe Historique?,
anda akan menemukan jawabannya dalam novel ini. Setelah Paris, novel ini akan
mengajak anda untuk menikmati keindahan Islam masa lalu di Cordoba dan Granada,
serta Istambul.
Cordoba Time adalah
masa terang yang membuat orang-orang Eropa iri setengah mati. Bagimana tidak,
mereka bergelut dengan kegelapan setelah keruntuhan Romawi. Dan selama kurang
lebih 100 tahun, dogma gereja menjadi pengekang utama intelektualitas manusia,
melahirkan kemunduran yang luar biasa bagi perkembangan pengetahuan.atas nama
Tuhan, mereka menganggap semua tindakan dan pemikiran gereja adalah sumber
kebenaran. Gereja harus mengatur semua sendi kehidupan, termasuk siapa yang
harus memimpin suatu daerah atau berapa besar pajak yang harus dibayar. Eropa saat
ini sangat menjunjung tinggi nama besarnya. Dia Averroes atau Ibn Rusdh. Filsuf
terkenal dari Cordoba. Dia yang memperkenalkan The Double Truth Doctrine, dua
kebenaran yang tidak terpisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan. Sayangnya,
karena trauma agama, sekarang manusia eropa hanya percaya yang akhir saja. Sains
sebagai sumber kepercayaan.
Sebagai seorang muslim, anda sangat dianjurkan untuk membaca
novel ini. Saya sendiri baru sadar begitu besar pengaruhnya Islam dalam perkembangan
Eropa. Dan, perlu ditegaskan bahwa cerita dalam novel ini adalah nyata dilakukan
oleh penulisnya. Dari sini, sudah seharusnya kita sebagai muslim untuk menjadi
agen-agen syiar yang baik.
Komentar
Posting Komentar