Membangun Ketahanan Pangan dengan Kemitraan Pertanian

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Masalah ketahanan pangan tidak hanya dapat diselesaikan dengan membahas makanan, namun juga tentang kesempatan kerja dan berusaha. “Adanya usaha pertanian menjadi potensi besar untuk ekspor sehingga mendukung upaya pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi jika melihat kondisi global yang lebih baik dibanding tahun lalu, maka ada kemungkinan permintaan global meningkat sehingga potensi ekspor, terutama dari sektor pertanian harus menjadi salah satu keunggulan Indonesia,” tutur Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Bambang Brodjonegoro dalam Jakarta Food Security Summit ke-4 yang diselenggarakan di Jakarta pada 8-9 Maret 2018 lalu dengan mengusung tema Pemerataan Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Melalui Kebijakan dan Kemitraan.

Ia menjelaskan bahwa sektor pertanian seharusnya bisa menjadi leading sector, di luar kelapa sawit yang memang sudah menjadi primadona komoditas ekspor Indonesia. Terkait perspektif perencanaan pengembangan pertanian, konsep perencanaan akan bersifat menyeluruh atau holistik, terintegrasi, tematik, serta jelas di mana lokasinya. Dengan konsep tersebut, diharapkan kebijakan perencanaan tidak hanya berakhir pada dokumen yang normatif, namun itu bisa langsung diaplikasikan. Untuk mencapai hal tersebut, perlu diperjelaskan keterkaitan antara hulu sampai hilir, asal pendanaan dan tema yang menjadi prioritas.

Berdasarkan Arah Kebijakan Makro 2018, terdapat enam sektor utama yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu manufaktur, informasi dan komunikasi, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan jasa keuangan. Dilihat dari peranannya dalam penciptaan lapangan kerja dan mendorong pemerataan, maka ditetapkan tiga sektor untuk menjadi sektor unggulan 2018, yaitu industri pengolahan, pertanian dan pariwisata. “Jadi, sektor pertanian akan tetap menjadi sektor unggulan karena mempunyai fungsi penting yaitu mendorong lapangan kerja, membangun ketahanan pangan, serta meningkatkan ekonomi terutama melalui ekspor,” jelas Bambang.

Lebih lanjut, Ia menerangkan bahwa sektor manufaktur tetap menjadi sektor utama, namun tetap harus didukung dengan sektor pertanian. Hal ini karena, sektor manufaktur yang berkembang dengan cepat di Indonesia adalah jenis manufaktur yang berbasis sumber daya alam dengan menciptakan nilai tambah dari komoditas Indonesia yang sangat beragam, baik dari tambang maupun hasil pertanian. Oleh karena itu, meskipun saat ini Indonesia sudah mengandalkan  CPO sebagai produk eskpor, namun upaya derivatisasi produk tetap harus dioptimalkan sehingga menjadi produk-produk baru berbasis minyak sawit yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Produk-produk tersebut juga nantinya diharapkan tidak naya untuk memenuhi pasar dalam negeri, namun juga untuk memenuhi pasar ekspor.

Pemenuhan gizi masyakarat

Assistant Director-General and FAO’s Regional Representative for Asia and the Pacific, Kundhavi Kadiresan menjelaskan bahwa ketahanan pangan juga berhubungan dengan pemenuhan gizi di mana masih banyak kelompok masyarakat miskin di negara-negara berkembang. “Masih dibutuhkan waktu yang panjang untuk mewujudkan penenuhan gizi dan penghilangan kemiskinan yang merupakan salah satu poin dari Sustainable Development Goals (SDGs),” tuturnya.  Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO, Food and Agriculture Organization), angka penduduk dunia yang kurang gizi mengalami kenaikan pada 2016 sebesar 815 juta jiwa dari 777 juta jiwa pada 2015. Di samping itu, stunting tetap menjadi kasus yang banyak terjadi , yaitu satu dari empat anak di bawah 5 tahun atau sekitar 155 juta anak. Bahkan di beberapa negara, stunting terjadi pada satu dari tiga anak di bawah 5 tahun.

Pemerataan pembangunan untuk ketahanan pangan

Ketahanan pangan juga sejalan dengan rencana pembangunan 2019 yang mengangkat tema pemerataan pembangunan untuk pertumbuhan yang berkualitas dan terdapat lima prioritas pembangunan nasional, di antaranya pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan serta pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui konektivitas dan kemaritiman. Di sektor pertanian, konektivitas erat hubungan dengan kegiatan distribusi yang menunjang kegiatan pertanian sehingga perlu dilakukan peningkatan infrastruktur tidak hanya di darat, tetapi juga melalui laut. Di samping itu, pengurangan kemiskinan juga erat hubungannya dengan pertanian karena sebagian besar petani merupakan kelas masyarakat kurang mampu. “Jadi, di satu sisi pertanian dijadikan sebagai sektor unggulan, namun di sisi lain kemiskinan paling besar berada di masyarakat petani dan nelayan. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus oleh pemerintah untuk menaikkan taraf ekonomi petani dan nelayan,” ungkap Bambang.

Prioritas ketiga dalam rencana pembangunan 2019 adalah peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pertanian, industri dan jasa produktif. Dengan mencanangkan nilai tambah ekonomi di sektor pertanian, pemerintah berharap para petani tidak lagi hanya bergerak pada produksi hasil pertanian, namun merambah pada sektor agrobisnis. Dengan demikian, selain produksi komoditas pertanian, ada juga komponen nilai tambah dari pengolahan pasca panen dan hilirisasi produk. Terkait pertumbuhan ekonomi, Bambang menyontohkan Korea Selatan sebagai negara yang sangat cepat dalam meningkatkan kualitas hidupnya dari salah satu negara termiskin di Asia menjadi negara maju. Pada 1953, Korea Selatan mulai berbenah dari keadaan perang dan pada 1972 negara tersebut sudah masuk kelompok negara berpendapatan menengah. Selanjutnya pada 1993, Korea Selatan telah masuk negara berpendapatan tinggi di mana di saat yang sama Indonesia baru masuk kelompok negara berpendapatan menengah. “Kemajuan di Korea Selatan karena fokus dalam pengembangan industri manufaktur, namun model seperti ini tidak serta merta dapat diterapkan di Nusantara. Indonesia masih mempunyai sumber daya alam, pertanian dan pertambangan yang pasti dilirik oleh dunia usaha dan para pelaku ekonomi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa salah satu cara peningkatan hasil pertanian dalam upaya membentuk ketahanan pangan adalah melalui kemitraan yang dilakukan dengan konsep bisnis. Kemitraan bisa dilakukan dengan konsolidasi lahan yaitu penyatuan beberapa lahan dari beberapa kepemilikan menjadi satu kesatuan sehingga luas lahan menjadi bertambah. Selain itu, adanya konsolidasi lahan juga memberikan kemudahan dalam mendapatkan bantuan pemerintah, misalnya berupa alat dan mesin pertanian. Konsolidasi lahan juga dapat menjadi awal mula terbentuknya koperasi yang akan mengelola segala bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. Setelah berhasil terbentuk konsolidasi lahan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan contract farming, baik dengan pihak swasta, badan usaha milik negara (BUMN), maupun pihak ketiga lainnya.  Dalam rangka ekspansi pertanian dalam suatu contract farming dimungkinkan juga kerja sama dengan bank untuk permodalan dan pemerintah untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang disediakan. 


Declaimer: Artikel ini sebelumnya telah terbit di Majalah Foodreview Indonesia. Lebih lengkapnya silakan kunjungi www.foodreview.co.id atau email: langganan@foodreview.co.id





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II