12 September 2013 23.30
Pendopo rektorat Unram semakin
terlihat sepi, hanya sebagian orang saja yang masih berseliweran melakukan
aktifitasnya. Rombongan UGM telah sudah berangkat menuju penginapan, yang saya
lihat sekarang hanya beberapa dosen pembina yang masih menunggu jemputan. Saya
pun terduduk sendiri, entah menekuri apa. Yang saya tahu, ditangan saya
tergenggam 2 keping lempengan logam. Yap, ini memang sebuah pencapaian. Tapi,
saya berharap niat kita semua sama, yaitu tidak berhenti cuma sampai disini,
karena niat awal kami memang bukan untuk ini. Ketika rasa bahagia berhasil
terluapkan, yang ada sekarang adalah haru yang merayap. Terharu mengingat semua
kejadian di bulan-bulan “main” kami. Terharu mengingat perjuangan dan kerja
keras. Terharu mengingat kejadian konyol dan seru yang selalu datang menyertai.
Hingga akhirnya kita sampai disini dan sekarang saya ditinggalkan disini
sendiri tanpa kalian…wkwk
Akhirnya yang ditunggu datang, rombongan
haji ekspres yang dipimpin oleh Mba(h) Hj. Inem. Entah akan kemana rombongan
ini, tapi yang saya tahu kami akan menghabiskan setengah malam terakhir di
Lombok ini dengan penuh suka cita. Dan berbekal kabar burung tentang Pantai
Pink, akhirnya Mas Junet sang sopir pun siap memacu rombongannya menuju tempat
tersebut.
Jam menunjukan pukul 00 lebih ketika mobil
yang kami tumpangi mulai menyusuri jalanan sepi Lombok. Belum ada yang
istimewa. Mungkin hanya orang “pintar” yang mau keluar di larut malam seperti
ini. Kami hanya terperangkap dengan obrolan khas ala Pak De Purwo dan CMC
Tongkol Jagung, obrolan yang ngalor ngidul tapi tetap berisi *mambu e*. Satu setengah jam lebih waktu berjalan hingga
mobil mulai menyusuri jalanan desa yang kecil dan tak lagi mulus. Mbak Nilam,
orang yang kami tawan untuk menuntun perjalanan ini, pun mulai bingung
menentukan jalan mana yang harus ditempuh. Tiba-tiba di hadapan kami muncul
sekawanan orang, tepatnya pemuda, yang sedang teler dengan gaya telernya
ngomong yang tidak kami mengerti karena berbahasa lombok. Berberapa menit
berlalu dan Mbak Nilam berhasil mengurusi pemuda-pemuda itu.
Perjalanan pun berlanjut, kembali
menyusuri jalanan kecil dan kami baru menyadari indahnya kawasan yang kami
lewati. Ketika memandang sekeliling, yang terlihat adalah tanaman perdu dan
semak, sesekali terlihat beberapa musang yang lewat di depan kami. Wow banget,
seperti safari malam. Setelah sekitar setelah jam berlalu dan kami terjebak
dalam konflik antar warga. Jalan ditutup dengan pohon yang dirobohkan. Mungkin
seperti inilah potret kehidupan masyarakat Indonesia yang masih dihiasi
konflik. Singkat cerita, kami pun sampai pantai Pink dengan dikawal oleh
polisi masyarakat. Sungguh perjalanan yang penuh perjuangan...
Komentar
Posting Komentar