Si Kecil Ragil


Sabtu, 15 Juni 2013
18.30

Matahari telah sepenuhnya meninggalkan kota Jogja, membawa kegelapan yang dihiasi temaram lampu-lampu jalan yang mulai menyala. Debu-debu berterbangan di sepanjang jalan menandakan denyut kota pelajar ini masih hidup. Asap itu tak henti-hentinya mengepul dari ribuan kendaraan para pencari kehidupan. Mereka semua berlomba di jalan sempit kota jogja demi kembali ke pembaringan masing-masing. 

Direktur perusahaan, Dosen, Karyawan, Mahasiswa, sampai mereka para meminta-minta semua tumpah di jalanan Jogja yang diwarnai sedikit kemacetan. Dan akhirnya aku temui sosok yang sedari tadi aku cari.

Assalamu’alaikum…. Hay Ragil. Lama ndak ketemu ya. Masih ingat ndak coba ini siapa?”, sapa saya. Dia pun membalas sapaan saya dengan senyum manisnya. Senyum lugas, natural, dan tulus khas anak-anak usia 4 tahun. Disamping saya, teman saya panggil saja Buana(bukan nama samaran) sudah asyik berbincang dengan kakaknya Ragil.

Saya dan Ragil
Sore itu, seperti sebulan sebelumnya. Saya dan Buana(bukan nama samaran) mendapati Ragil dan kakaknya dalam kondisi yang sama. Berteman dengan kesibukan perempatan Monjali Jogja yang padat di sore hari, dihiasi debu dan asap hasil metabolisme kendaraan, diterangi lampu jalan yang tidak begitu terang, Inilah tempat biasa kami bertemu. Di tempat ini saya untuk pertama kalinya melihat potret kehidupan mereka yang kurang beruntung. Mereka yang sehari-hari ngamen di perempatan jalan demi mempertahankan hidupnya sampai esok hari.

jadi kayak bos anak jalanan deh
Ragil, sosok bocah berusia 4 tahun lebih yang membuat saya memilih untuk menuliskan ini. Dengan senyumnya, keceriaannya, dan tingkahnya yang murni keceriaan anak-anak. Dengan kecerdikannya ketika kami bermain puzzle. Dengan kecerdasan dan keingintahuannya yang diatas rata-rata anak seusianya. Seyogyanya dia tidak berada disini sekarang. Tidak seharusnya dia berpeluh panas mencari receh di tengah jalan. Tidak seharusnya dia tidur dipinggiran jalan. Dan tidak seharusnya wajahnya dihiasi debu jalanan yang ganas mengotori muka imutnya.

Inilah sebagian warna kehidupan saudara kita yang kurang beruntung. Nasib yang membawa Si Kecil Ragil sampai menjadi jalanan, dan nasib pula lah yang akan membawanya ke kehidupan masa depannya.

Alloh SWT pasti mempunyai rencana terbaik untuk hambaNya. Bukan berarti rencana itu akan terwujud dengan sendiriNya. Tapi, Alloh SWT memberikan tempat bagi hambaNya untuk ikut andil didalamnya.

Kalimat diatas lah yang terpikir di kepala saya melihat kehidupan para anak jalanan. Maka, sedikit demi sedikit saya dan teman-teman mencoba memberikan jalan untuk Ragil dan teman-temannya untuk menemui rencana-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II