LIVE IN, homestay ala mahasiswa


Jum’at(17/5), tepatnya pukul 15.00 waktu setempat, rombongan mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UGM memulai perjalanan menuju lokasi. Rombongan yang berjumlah belasan orang ini beriringan membelah jalanan Jogja-Gunung Kidul-Wonogiri yang cukup ramai layaknya konvoi kendaraan bermotor. Ya, lokasi yang kami tuju adalah sebuah dusun terpencil di daerah pengunungan di perbatasan DIY dan Jawa Tengah. Tepatnya di Dusun Lemah Mendak dan Ngluwur, Kepuhsari, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Daerah yang selain terpencil, juga jarang sekali menjadi obyek kegiatan sosial mahasiswa. “Disini pernah sekali  menjadi tempat KKN mas, tapi sudah lama banget, ketika masih zaman orde baru dulu. Setelah itu belum ada lagi”, begitulah penuturan Pak Wardono selaku Ketua Dusun. Itulah yang menjadi alasan kami memilih Kepuhsari ini menjadi tempat kegiatan LIVE IN. 

Kegiatan semacam homestay ini dikemas sesuai dengan peran dan kewajiban mahasiswa dalam rangka pengabdian masyarakat. Dibawah naungan BEM FTP, kami menjadikan LIVE IN tidak hanya sarana belajar untuk belajar kehidupan masyarakat desa, lebih jauh LIVE IN menjadi cara kami untuk menanamkan ilmu kepada masyarakat bawah yang belum cukup mengenyam pendidikan. Sebagai mahasiswa Teknologi Pertanian UGM, pastinya banyak sekali yang ilmu yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diaplikasikan ke masyarakat desa yang notabennya bergelut dengan pertanian dalam menyambung hidup mereka.

Sekitar pukul 21.30 kami akhirnya sampai. Meskipun menempuh perjalanan cukup jauh dengan medan yang cukup menantang, namun lelah telah terbayar melihat warga desa yang telah menunggu kedatangan kami dari sore. Setelah sejenak beristirahat dan menikmati teh hangat dan kacang rebus, pukul 22.30 kami menuju rumah masing-masing yang jaraknya cukup jauh satu sama lain. Masing-masing rumah ditempati 2-3 orang. Agenda selanjutnya pun berlangsung di rumah kami tempati, mulai dari perkenalan, makan malam, sampai ngobrol bebas dengan si empunya rumah. 
foto bareng "keluarga"
Agenda hari kedua dimulai dengan memasak layaknya masyarakat desa. Dari hal yang mungkin dianggap sepele ini pun membuat Duha (salah satu anggota kami) harus berpikir. Bagaimana rasanya ketika dia menggoreng ikan asin dengan jelantah yang telah mengental? Bagaimana jika dipandang dari segi keilmuannya sebagai calon teknolog pangan? Minyak rusak yang asam lemaknya menjadi berbahaya. Apakah dia harus mengatakan teori tersebut kepada ibu rumah, melihat keadaan ekonomi yang lemah?. Cerita lain muncul ada salah satu anggota kami yang lain, yaitu Qisthi dan Diah. Sebagai orang yang berasal dari Jakarta, ternyata Qisthi baru tahu sayuran yang bernama kecipir. Sayuran berbentuk panjang dengan empat sisi melangkung. Sedangkan Diah, anak asal Lampung ini baru menyadari kalau tempe yang dimasaknya dibungkus dengan daun jati. Dan dia tergila-gila dengan rasa khas tempe tersebut.  Ya, itu lah sekelumit pelajaran memasak di pagi itu. 
Setelah sarapan, kegiatan dilanjutkan sesuai pekerjaan tuan rumah seperti memberi makan sapi, pergi ke sawah atau ladang, dan ada pula yang diajak jalan-jalan menyusuri desa untuk sekedar menyapa warga. Suasana desa yang tenang rasanya begitu tenang bagi kami, mahasiswa yang hidup dengan aktivitas perkuliahan yang dapat. Di kegiatan bersama para orang tua kami ini, banyak hal-hal yang baru kami ketahui. Seperti Buana, Fela, Fandi, dan Falah yang membantu orang tua mereka ngramban. Ngramban adalah memetik sayuran langsung dari ladang untuk dimasak. Di lain rumah, Erna dan Diah diajak naik ke ladang yang tempatnya di gunung. Ternyata hama utama tanaman ladang mereka adalah monyet. Monyet-monyet liar sering memakan dan merusak tanaman warga seperti singkong dan kacang tanah. Dan warga mengusir monyet-monyet tersebut dengan bantuan anjing yang sengaja diberi makan oleh warga untuk menjaga lahan mereka. Disinilah salah satu pelajaran bagi kami bahwa sebagai seorang muslim, kita tidak boleh menolak dan membenci anjing karena keharamannya karena Tuhan menciptakan segala sesuatu pasti ada maksud dan tujuannya.


Selain berbaur dan merasakan kesederhaan kehidupan masyarakat desa, LIVE IN juga disertai dengan beberapa agenda sosial yang bertujuan membantu masyarakat. Salah satu agenda sosial tersebut adalah penyaluran Gerbang Dana.

pasar murah
                                                   menyambangi sekolah
Gerbang Dana adalah penyaluran sumbangan dengan konsep donasi per bulan yang diperuntukan untuk pendidikan anak-anak yang kurang mampu secara ekonomi. Para donatur adalah teman-teman se-fakultas yang rela menyisihkan uangnya tiap bulan. Besarnya donasi dapat dipilih oleh donatur mulai dari Rp5.000,00 ; Rp10.000 ; sampai lebih Rp100.000,00 setiap bulannya. Nantinya uang hasil Gerbang Dana ini akan disalurkan setiap tahun. Bertepatan dengan LIVE IN, penyaluran Gerbang Dana bertempat di SD Kepuhsari I yang sebagian besar siswa-siswinya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Menurut Giyana,  kepala sekolah SD, dari 105 siswa hanya 4 siswa yang tergolong mampu dari segi ekonomi keluarganya. Penyaluran Gerbang Dana ini ditanggapi positif oleh pihak sekolah, dan uang hasil gerbang dana itu akan digunakan untuk pembuatan seragam baru untuk semua siswa yang memang sedang terkendala olah biaya. 

Selain menyalurkan Gerbang Dana, kami juga diberi kesempatan untuk memberikan semangat kepada siswa-siswi. Kelas per kelas kami sambangi dari kelas 1 sampai kelas 6. Menyapa anak-anak kecil yang ceria, mendengarkan mereka menyampaikan cita-citanya, dan bermain bersama tentunya. Bahkan, pihak guru mempersilahkan kami mengajar untuk beberapa hari. Namun, sedih karena LIVE IN hanya berlangsung tiga hari.

Agenda lain yang kami sertakan di LIVE IN ini adalah pasar murah. Di pasar murah ini dijual berbagai jenis barang dan makanan. Mulai dari berbagai jenis pakaian, peralatan mandi, biskuit dan roti, serta buku-buku. Semua barang-barang tersebut adalah hasil penggalangan bantuan dari teman-teman di fakultas dan universitas. Barang-barang dijual dengan harga sangat miring. Misalnya baju dijual dengan harga Rp1.000,00 sampai Rp5.000,00. Antusisme warga terlihat dengan ramainya pasar murah ini dan hanya dalam beberapa jam saja semua barang habis terjual. Selanjutnya, uang yang terkumpul dari pasar murah ini diberikan kembali kepada warga dalam bentuk sumbangan untuk keperluan sarana umum, seperti alat-alat kebersihan.

Begitulah kegiatan kami selama 3 hari LIVE IN. Belajar mengabdi kepada masyarakat sebagai bagian dari pengamalan dari tri dharma perguruan tinggi. Berbagi kepada sesama yang kurang beruntung merupakan hal yang indah jika dilakukan sepenuh hati. Dimulai dari hal kecil yang bisa dilakukan, mudah-mudahan akan bermanfaat untuk masyarakat dan kita. Untuk masyarakat karena mereka lah sebenarnya yang perlu disejahterakan dengan keilmuan dan pemberdayaan dari mahasiswa. Untuk kita karena mengabdi adalah sarana belajar, mengenal lingkungan, dan memperoleh arti dari indahnya mengabdi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II