Terjerat Laporan
Seperti sebuah siklus yang akan
terus berputar. Begitulah kira-kira gambaran penugasan laporan di jurusan saya.
Setiap semester pasti akan ada mata kuliah wajib berupa praktikum dan setiap
praktikum pasti memberikan penugasan laporan. Sebenarnya apa sih laporan itu?,
jadi kalau di UGM tuh setelah praktikum di lab atau lapangan diwajibkan membuat
laporan yang formatnya hampir sama dengan karya tulis ilmiah secara umum.
Namun, bedanya adalah laporan ditulis tangan. Tulis tangan. Tangan kita sendiri(
ya iya lah….). dan tidak tanggung-tanggung
satu laporan rata mencapai rata 20 halaman folio bergaris(padahal
tulisannya kecil-kecil lho…). Dan satu lagi, dalam satu minggu kita ditugaskan
membuat dua sampai tiga laporan atau bahkan lebih. Bayangin saja, materi &
tugas saja sudah membuat pusing apalagi jika ditambah laporan? Huh. Ups, nggak boleh mengeluh. Harus optimis
dong…
“Optimis adalah menyadari masalah serta mencari solusi. Memahami kesulitan serta yakin bahwa kesulitan dapat diatasi. Melihat negatif tapi menekankan positif. Menghadapi yang terburuk tapi mengharapkan yang terbaik. Mempunyai alasan untuk menggerutu tapi memilih untuk tersenyum”
Sebenarnya, hampir semua program
studi eksakta di UGM pasti mengenal adanya praktikum dan laporan. Tapi, entah
mengapa banyak teman satu jurusan yang masih galau dengan adanya laporan. Seakan hanya TPHP(Teknologi Pangan dan
Hasil Pertanian) saja yang memberikan tugas segudang laporan. Sampai ada yang
menyebut jurusan saya dengan sebutan Tempat Pengumpulan Hasil Praktikum(TPHP). Padahal, jika saya menengok sedikit saja ke
jurusan tetangga(sebut saja TIP alias Teknologi Industri Pertanian) yang
laporannya lebih banyak daripada jurusan saya. Bahkan anak-anak TIP mengerjakan
laporan sepanjang semester. Tapi, kenapa ya jurusan saya menanggapi laporan
dengan lebay?(maaf). Pekan laporan
pasti disibukan dengan mengerjakan laporan mulai dari mencari contoh laporan
kakak angkatan, hunting buku & materi, sampai pembuatan cover dengan
warna-warna yang aneh. Saya pun sering ikut-ikutan dalam hal-hal tersebut
hingga seolah-olah saya sadar bahwa banyak waktu yang lebih berguna selain
hanya membuat laporan. Ketika banyak anak-anak yang mengerjakan laporan saat dosen
mengajar dan saat istirahat, mending fokus saja dengan materi dan tugas dari dosen.
Karena tanpa sengaja saya merasa terjerat
laporan waktu itu, saya merasa kuliah hanya terfokus pada laporan. Tak ada
kelas dan tak ada tugas. Yang ada hanya laporan. Hmmm, radikal banget yak….
Fenomena terjerat laporan ini
seakan penyakit yang mempunyai efek baik dan buruk. Baiknya karena mengerjakan
laporan berarti kita mengerjakan tugas. Tapi buruknya adalah orang yang
menjadikan laporan diatas segalanya menyaingi esensi dari kuliah itu sendiri. Sepertinya ada suatu keburukan yang
terselubungi kebaikan, atau mungkin sebaliknya(hmm, jadi bingung). Apakah
laporan bisa dijadikan alasan yang benar untuk tidak masuk kuliah? Apakah
laporan harus dijadikan alasan untuk sejenak berhenti dari kesibukan
organisasi? Apakah semua tema pembicaraan harus dikaitkan dengan laporan?. Kok,
laporan kayaknya sesuatu banget ya?...hehe
Sepertinya
teman-teman saya termasuk saya sendiri harus lebih mengerti makna dari
penugasan laporan itu sendiri. Tugas yang seharusnya dilakukan dengan baik
tentunya akan memberikan efek yang lebih baik untuk kita sendiri.
iya mas... setuju :)
BalasHapus