Teknik Nanoenkapsulasi Komponen Bioaktif Produk Pangan
Teknologi
nano merupakan pengembangan, pemanfaatan dan manipulasi bahan, perangkat atau
sistem dalam skala nano atau lebih kecil dari 100 nm. Teknologi ini telah
menghasilkan berbagai aplikasi dalam industri pangan, di antaranya yaitu nanoenkapsulasi.
Enkapsulasi
menjadikan komponen kecil sebagai bahan utama untuk dilapisi dengan dinding
atau membran yang kemudian terwadahi dalam sebuah kapsul. Proses ini secara
luas telah dikembangkan dalam bidang pangan, di mana enkapsulasi mampu menjaga
komponen bioaktif seperti polifenol, zat gizi mikro, enzim, dan antioksidan;
sehingga meningkatkan kestabilan dalam produk pangan.
Komponen
utama dalam nanoenkapsulasi dalam dibedakan menjadi dua macam yaitu komponen
hidrofilik dan lipolifik. Komponen hidrofilik larut dalam air dan tidak larut
dalam minyak dan pelarut organik. Beberapa komponen nano hidrofilik adalah asam
askorbat dan polifenol. Sebaliknya, komponen lipofilik tidak larut dalam air,
namun larut dalam minyak dan pelarut organik. Likopen, β-karoten, lutein, dan
fitosterol adalah contoh beberapa komponen lipofilik. Perbedaan sifat ini
berpengaruh dalam kecepatan pelepasan komponen dari matrik. Komponen hidrofilik
menunjukkan kecepatan pelepasan yang lebih tinggi dari pada lipofilik karena
kondisi lingkungan yang lebih sesuai untuk larut. Adapun komponen lipofilik
umumnya mempunyai tingkat kelarutan yang rendah.
Teknik
nanoenkapsulasi
Ezhilarasi
dkk (2012) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan
nanokapsul, seperti emulsifikasi, emulsifikasi-evaporasi pelarut (emulsification-solvent
evaporation), sistem gelasi ionik (coacervation), nanopresipitasi,
serta dengan metode pengeringan (Tabel 1). Pemilihan teknik tersebut mengacu
pada sifat fisik dan kimia dari bahan utama yang akan dibuat nanokapsul, yang
meliputi ukuran partikel, distribusi partikel, area permukaan, kelarutan,
efisiensi enkapsulasi, dan mekanisme pelepasan partikel.
Emulsifikasi
menjadi
teknik dengan pembentukan nanoemulsi. Tekni ini banyak dipilih untuk
nanoenkapsulasi di mana komponen bioaktifnya dalam bentuk larutan, seperti β-karoten,
fitosterol, karotenoid, dan polifenol. Emulsifikasi dapat diaplikasikan untuk
membuat sistem emulsi baik emulsi minyak dalam air (o/w) maupun air dalam
minyak (w/o). Selain itu, nanoemulsi yang diperoleh dari proses ini dapat
dibentuk menjadi serbuk melalui pengeringan, baik pengeringan semprot maupun
pengeringan beku. Sebagai sistem emulsi dengan ukuran droplet yang sangat
kecil, maka dibutuhkan energi besar dalam pembuatannya. Oleh karena itu proses
emulsifikasi menggunakan metode energi tinggi seperti homogenisasi dengan
tekanan dan kecepatan tinggi, ultrasonikator, dan mikrofluidizer. Dalam Tabel 1
dapat dilihat contoh aplikasi teknik emulsifikasi pada minyak biji bunga
matahari dan medium chain triglyceride (MCT).
Tabel
1. Teknik nanoenkapsulasi dan beberapa aplikasinya pada komponen bioaktif
Teknik
nanoenkapsulasi
|
Bahan
baku utama
|
Komponen
bioaktif
|
Ukuran
partikel (nm)
|
Tujuan
|
Emulsifikasi
|
Pengemulsi:
tween-80, span-80, dan natrium dedosil sulfat
|
Minyak
biji bunga matahari (L)
|
40
|
Mengoptimalkan
kondisi pembentukan nanoemulsi
|
Dinding:
pati dengan oktenilsuksinat (OSA), chitosan, lambda karagenan
|
MCT
(L)
|
130
|
Meningkatkan
stabilitas untuk penggunaan dalam produk pangan dan farmasi
|
|
Sistem
gelasi ionik
|
Dinding:
gelatin, acacia, tanin
Pengemulsi:
tween-60
Bahan
lain: glutaraldehid
|
Capsaicin
(L)
|
100
|
Sebagai
masking agent untuk odor yang tajam serta meningkatkan stabilitas.
|
Dinding:
chitosan, polietilen glikol, polipropilen glikol
Bahan
lain: natrium tripolifosfat
|
BSA
(H)
|
200
- 580
|
Mengontrol
pengeluaran protein yang terenkapsulasi
|
|
Inclusion
complexation
|
Dinding:
β-galaktobulin, pektin rendah metoksil
|
DHA
(L)
|
100
|
Pembentukan
larutan yang transparan, meningkatkan stabilitas koloid, berguna dalam proses
pengkayaan pada produk minuman
|
Dinding:
α- dan β-siklodekstrin
|
Asam
Linoleat (L)
|
236
|
Meningkatkan
stabilitas terhadap panas
|
|
Nanopresipitasi
|
Dinding:
poly (lactide-co-glycolide)
Pengemulsi:
polietilen glikol-5000
|
Kurkumin
(L)
|
81
|
Meningkatkan
bioavailabilitas, efisiensi enkapsulasi
|
Dinding:
etil selulosa dan metil selulosa
|
B-karoten
(L)
|
80
|
Meningkatkan
stabilitas dan bioavailabilitas
|
|
Emulsifikasi-Evaporasi
pelarut
|
Pengemulsi:
tween-20
Bahan
lain: heksana, isopropil alkohol, etanol, dan aseton
|
Fitosterol
(L)
|
50
– 282
|
Meningkatkan
kondisi proses dan mengurangi kehilangan fitosterol
|
Pengemulsi:
natrium kaseinat
|
Astaxanthin
|
115
– 163
|
Meningkatkan
kondisi proses dan bioavailabilitas
|
|
Presipitasi
anti pelarut superkritis
|
Dinding:
hidroksilpropil metil selulosa phthalate
|
Lutein
(L)
|
163
- 219
|
Mencegah
degradasi akibat panas dan cahaya
|
Pengeringan
semprot
|
Dinding:
matrik karbohidrat dan maltodekstrin
Bahan
lain: aseton
|
Katekin
(H)
|
80
|
Meningkatkan
stabilitas, perlindungan terhadap oksidasi dan penggabungan dalam produk
minuman
|
Pengeringan
beku
|
Dinding:
maltodektrin
Pengemulsi:
pati termodifikasi (Hi-Cap), konsentrat protein whey
|
Minyak
ikan (L)
|
200
– 350
|
Meningkatkan
efisiensi enkapsulasi dan stabilitas terhadap oksidasi
|
Sumber:
Ezhilarasi dkk (2012)
L:
Lipofilik
H:
Hidrofilik
Sistem gelasi ionik merupakan
teknik nanoenkapsulasi yang melibatkan pemecahan fase tunggal atau campuran
polielektrolit dalam suatu larutan yang kemudian endapan dari pemecahan
tersebut akan membentuk sistem gelasi inonik di sekitar komponen bioaktif yang
menjadi target. Palupi dkk (2014)
mengembangkan proses enkapsulasi teknik sistem gelasi ionik pada cabai merah
menggunakan alginat dan protein yang disubsitusi dengan tapioka
terfotooksidasi. Diketahui bahwa cabai merah mengandung senyawa aktif kapsaisin
dan alginat digunakan karena memiliki gugus karboksil yang mampu membentuk gel.
Penggunaan tapioka terfotooksidasi sebagai bahan subsitusi karena perlakuan
oksidasi dan iradiasi ultraviolet pada pati ini menghasilkan pati yang memiliki
ikatan silang. Adanya matrik ikatan silang tersebut pada level rendah dapat
meningkatkan kapasitas enkapsulasi. Palupi menjelaskan bahwa subsitusi pati
terfotooksidasi dan perbedaan konsentrasi memengaruhi efisiensi enkapsulasi. Nilai
rendemen semakin meningkat dengan meningkatan konsentrasi subsitusi pati
terfotooksidasi dan semakin tinggi konsentrasi suspensi kapsul cabai merah,
maka akan meningkatkan loading capacity, kadar air, dan rendemen. Loading
capacity adalah banyaknya kapsaisin kapsul cabai merah yang diperoleh per
berat kapsul.
Inclusion complexation secara
umum mengacu pada proses enkapsulasi yang melibatkan komponen bioaktif sebagai
ligan untuk berikatan dalam rongga substrat yang berfungsi sebagai bantalan (cavity-bearing
substrat). Teknik ini biasa digunakan untuk komponen bioaktif yang bersifat
folatil seperti kelompok minyak dan vitamin. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga aroma dengan efisiensi nanoenkapsulasi dan stabilitas yang tinggi.
Nanopresipitasi menggunakan
prinsip kerja penggantian pelarut atau solvent displacement yang melibatkan
proses presipitasi polimer dari larutan organik, serta difusi pelarut organik
dari media cair. Teknik ini menjadi cara yang efisien untuk mendapatkan
nanokapsul yang berukuran sekitar 100 nm dan kurang dari 100 nm. Salah satu
contoh aplikasi nanopresipitasi adalah enkapsulasi kurkumin dengan poly (lactide-co-glycolide) (PLGA) dan
pengemulsi PEG-5000 yang diikuti dengan pengeringan beku yang bertujuan untuk
meningkatkan bioavailabilitas berdasarkan uji in vivo dan in vitro
(Tabel 1).
Emulsifikasi-Evaporasi pelarut merupakan
modifikasi dari evaporasi pelarut di mana proses emulsifikasi larutan polimer
dalam fase cair dilanjutkan dengan evaporasi pelarut polimer dan diikuti dengan
presipitasi sehingga menghasilkan nanospheres. Ukuran kapsul dapat dikontrol
dengan pengaturan kecepatan pengadukan, tipe dan banyaknya agen pendispersi,
viskositas fase organik, dan suhu.
Fluida superkritis merupakan teknik
nanoenkapsulasi yang memanfaatkan sifat-sifat fluida superkritis, baik fase
cair maupun gas, seperti viskositas dan densitas rendah, serta kemampuan
melarutkan yang tinggi. Komponen bioaktif dapat dibawa ke fase superkritis
melalui beberapa media seperti karbon dioksida, air, propana, dan nitrogen.
Proses ini digunakan untuk enkapsulasi komponen bioaktif yang rentan terhadap
perubahan suhu. Oleh karena itu, teknik ini diikuti dengan pengeringan beku
untuk menghindari kerusakan komponen bioaktif aktif. Presipitasi anti pelarut
superkritis merupakan salah satu aplikasi teknik fluida superkritis. Contoh
aplikasinya dapat dibaca di Tabel 1.
Teknik nanoenkapsulasi lainnya
adalah pengeringan semprot dan pengeringan beku. Diketahui bahwa pengeringan
semprot dapat membentuk bubuk dengan yang mengandung komponen ukuran skala
nano. Adapun pengeringan beku biasa digunakan dalam pemisahan partikel nano
dari air; hasil dari nanoenkapsulasi dengan teknik lain. Miftahudduha
Referensi:
Ezhilarasi, P.N.,
Karthik, P., Chhanwal, N. Nanoencapsulation Techniques for Food Bioactive
Components: A Review. Food Bioprocess Technology (2013) 6: 628-647
Palupi, Niken
Widya., Setiadi, Pandu Khrisna Juang., Yuwanti, Sih. Enkapsulasi Cabai Merah
dengan Teknik Coacervation Menggunakan Alginat yang Disubsitusi dengan Tapioka
Terfotooksidasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (3) 2014
Artikel ini telah terbit di Foodreview Indonesia edisi September 2017 "Ingredient Matters". Lebih lengkapnya bisa hubungi langganan@foodreview.co.id atau kunjungi www.foodreview.co.id
Komentar
Posting Komentar