Tapi
“Nanti sore kira-kira hujan ngga?” tanya Fulan
“Jadi ngga? Tergantung nanti hujan atau ngga ya,” komentar
Fulan lain
“Hadeuh, mager euy hujan mulu,” gerutu Fulanah
Berbagai macam tanggapan orang mengenai hujan. Apalagi bagi
saya sebagai warga baru di kota hujan. Saya yang belum bisa memaknai dan
mensyukuri sepenuhnya limpahan nikmat Alloh melalui hujan-Nya. Seperti saya
yang masih belum bisa merasakan kenikmatan hangatnya matahari pagi karena
dengan serta merta otak selalu berdalih dengan alasan panas dan silau.
Dan hujan sore ini berhasil membuat saya menuliskan
postingan satu ini. Meskipun sebenarnya hujan bukan menjadi tema obrolan hangat
dalam tulisan ini. Ya, sedikit cerita setelah setahun lebih menjadi seorang “pekerja
tulis”. Begitu saya seringkali menyebut apa yang sedang dan entah sampai kapan
pekerjaan ini akan saya jalani. Menjadi seorang redaktur, jurnalis, reporter
memang sebelumnya tidak ada dalam list pencapaian. Tapi menjadi “pekerja tulis” ini memang nikmat dan saya
mensyukurinya. Qadarulloh juga yang saya tulis masih berhubungan –bahkan sangat
berhubungan- dengan bidang ilmu kuliah sehingga saya tidak merasa melenceng
jauh dari karir saya sebagai lulusan teknologi pangan jika dibandingkan
teman-teman yang bekerja di industri, lanjut S2 ataupun berwirausaha sendiri.
Bertemu dengan orang baru, mendengarkan pemaparan pakar, menggali
informasi terkini, berdiskusi, kadangkala menyempatkan traveling memang menyenangkan,
bahkan bagi saya seorang introvert yang sebenarnya kurang menyukai keramaian
dan lebih memilih hal yang bersifat natural. Tapi….
Dan hujan sore ini membawa saya pada kata “Tapi”. Seorang “pekerja
tulis” memang dituntut menuliskan apa yang bisa ditulis sesuai dengan ketentuan
tim, dalam hal ini ruang lingkup majalah. Selama topik masih terkait dengan isu
yang sesuai dengan tema majalah, selama itu pula menulis menjadi keharusan. Dan
hasilnya –saya berikan sisi positifnya- pola pikir dan kerangka penulisan
semakin terbentuk dan secara seksama otak harus dengan mudah menerima informasi
baru dengan berbagai topik tiap bulannya. Semoga
yang masuk tidak keluar lagi ya. Ini semacam mahasiswa yang membuat laporan
praktikum namun dengan tema yang random di mana kita yang merencanakan tema
tersebut, mengeksekusinya, dan otomatis menguasai semuanya. Sesuatu yang
menyenangkan dan patut disyukuri. Hmm, meskipun manajemen waktu menjadi faktor
penting karena “pekerja tulis” selalu berburu dengan deadline.
Kepada hujan sore ini, kata “Tapi” meluapkan isinya. Tapi,
menjadi “pekerja tulis” itu tidak sama dengan penulis. Tapi, menjadi “pekerja
tulis” itu sama halnya “pekerja seni” yang secara maknawi tidak berarti
seniman. Tapi…. ah cukuplah kata tapi menghantui. Cukuplah blog ini menjadi
korban tidak berdosa jadi seorang “pekerja tulis” yang belum bisa menjawab kata
“Tapi”.
Kata “Tapi” di hujan sore ini juga membuat saya melihat
setahun ke belakang. Tentang bersyukurnya saya dikelilingi dengan lingkungan
baik. Pertemanan baik. Lingkungan pekerjaan yang baik.
Tapi, setahun ini saya jadi banyak belajar dari kalian
tentang pekerjaan. Tentang pertemanan di tengah kesibukan kerja. Tentang
manajemen emosi antara kawan dan profesionalitas. Kalian yang bangga menyebut
diri dengan generasi milenial. Kalian yang menjadi tempat diskusi dan obrolan
receh. Kalian yang menjadi teman makan rame-rame meskipun makannya di tempat
yang sama haha. Kalian satu demi satu keluar dari pekerjaan, namun kalian yang
lain segera masuk menggantikan wkwk. Terima kasih Grace, Mba Aul, Rama, Ali,
Putri, Fida, Evril, Jae, Ratna, Dwi dan entah siapa lagi yang akan menjadi bagian
dari kalian selanjutnya.
Tapi, setahun ini Engkau tetap menjaga hubungan baik saya
dengan mereka para alumni Baiturrahman, terutama yang merantau ke Jakarta dan
sekitarnya. Mereka yang menjadi teman berdiskusi tentang pekerjaan,
rencana-rencana masa depan dan tentang pilihan-pilihan lainnya. Mereka yang
sedang sama-sama berjuang mencari ridlo atas rizki yang Engkau berikan. Mereka
yang saling menguatkan, memberikan nasihat, bahkan ejekan haha. Thanks mas bro
Dicky, Budi, Ahdi, Juni dan lainnya. Semoga Alloh meridloi mereka di jalan
masing-masing.
Tapi, Engkau masih mempererat tali pertemanan saya dengan
kamu-kamu para motivator sejak kuliah. Kamu-kamu
dengan tingkahmu dan bicaramu. Kamu-kamu dengan keputusanmu dan jalan yang
akhirnya kamu ambil. Kamu-kamu dengan perjuangan masing-masing. Matur nuwun mas
Hardi sukses LPDPnya, mba Inem calon nyonyah pejabat abdi Negara, Eri makin
cerah karirnya. Terima kasih….
Bersambung…..
Komentar
Posting Komentar