Melangkah Pulang

Merasakan perjalanan paling lama sepanjang sejarah merantau. Rasanya dimensi waktu berjalan sangat lambat bagi saya hari ini. Tujuh jam yang seperti menguras semuanya. Tujuh jam yang kurasakan sangat lama. Tujuh jam yang ditakdirkan Alloh bahwa saya tidak bisa mengantarmu.

Dan sekarang berdiri saya disini. Dalam senja maghrib yang sunyi. Dalam rumah sendiri yang terasa asing. Sendiri. Menyadari bahwa perjuangan tujuh jam belum cukup. Perjalanan yang terasa sangat panjang ini berujung pada titik ini. Ya rumah saya kosong, tak ada bapak ibu atau adik-adik yang biasanya berkumpul sehabis maghrib seperti ini. Mereka semua pergi. Pergi karena tak yakin akan bisa menyambutku dengan muka-muka bahagia seperti biasanya. Mereka semuanya sedang sibuk di rumahmu.

Perjalanan yang lebih berat adalah melangkah 50 meter ke rumahmu. Langkah yang hanya diiringi suara hujan dan ditemani jalan tanah yang becek akibat hujan yang mungkin turun sejak siang. Seperti tak kuat lagi. Menyadari seharian ini belum terisi makanan. Menyadari bahwa untuk menerima keadaan. Menyadari bahwa semua ini benar-benar telah terjadi.

Simbah, benar saja mereka semua sedang berkumpul di rumahmu. Keluarga besar dan warga sekitar. Benar saja bahwa saya harus menyakinkan diri sendiri bahwa saya tidak sempat mengantarmu ke pusara terakhirmu. Ke peristirahatanmu, Simbah. Inna lillahi wainna ilaihi roji’un

Pernah merasa orang yang benar-benar bodoh? Itu yang saya rasakan sekarang. Dari adik, saya tahu bahwa sejak kepergian saya 3 minggu lalu keadaan simbah semakin parah. Semakin sulit berbicara. Semakin sulit bergerak. Tapi semuanya bungkam. Semuanya menutup mulut. Semua melindungi rapat-rapat keadaan itu dari telinga saya.



Simbah. Orang tua kedua. Benar-benar orang tua kedua (secara fisik dan secara kasih sayang). Dan saya? Hanyalah buih. Buih yang hanya ditertawakan oleh tetesan air hujan itu. Saya yang belum bisa membuatmu bahagia. Saya, yang sampai akhir hayatmu, belum bisa memenuhi keinginanmu.
Terima kasih Simbah. Hari ini engkau mengajarkanku salah satu pelajaran hidup yang balik berat. Pelajaran yang mau tidak mau harus dimengerti setiap manusia. Pelajaran bahwa semua yang di dunia ini fana dan akan kembali pada-Nya.

Allohumma firlaha warhamha wa’afiha wa’fu’anha


1 Muharram 1438 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II