Tentang Pilihan

Sebenarnya ngga seharusnya juga setiap kali ngepost suatu tulisan harus diawali dengan kalimat pembuka yang semakin lama semakin menjemukan. Kalimat akhirnya setelah sekian lama ngga nulis blab la bla atau fuuh kasian sekali blog saya yang lama ditelantarkan pemiliknya ini, dan masih banyak lagi kalimat-kalimat sejenis itu yang intinya mengekspresikan kesan pertama ketika jari mulai menari lagi, ketika kata mulai terangkai lagi, ketika cerita baru mulai mengalir, dan tentunya ketika satu cerita hidup berhasil disematkan dalam sebuah blog. Begitu juga sekarang ketika hampir semuanya tidak sama dengan 4,5 tahun lalu saat jari menari lincah meninggalkan jejak-jejak cerita yang naif untuk dilupakan. Kadang ketika keisengan melanda dan mulai membuka older posts, saya dibuat termenung sendiri dengan segala yang terlewati. Senyum sendiri, baper, dan hal yang paling lama membuat termenung adalah mencari hikmah dari berbagai peristiwa tersebut. Ya… meskipun posts di blog hanyalah sebagian dari cerita keseharian, tapi lumayan berguna untuk menjadi benang merah. Menelusuri perjalanan kebelakang. Dan yang pasti mendorong untuk melihat ke bawah, horizontal, bersyukur atas segala yang telah diberi-Nya.

last afternoon kongkow ')

grup yang bikin ngakak ketika dirundung jogja sick


Dan pilihan-pilihan itu datang.

Sekitar tiga minggu lalu. Antara tawaran kerja. Antara traveling (yang sudah direncanakan jauh hari, bahkan tiket sudah ditangan). Antara peluang tempat kerja lain yang lebih menggiurkan. Akhirnya pilihan pertama yang saya pilih. Pun dengan keyakinan bahwa yang pertama adalah tanda dari Alloh. Dan satu pilihan akan melahirkan pilihan-pilihan lain. Meninggalkan jogja juga merupakan salah satu pilihan berat yang harus saya ambil sebagai konsekuensi pilihan pertama. Merasakan banyak hal yang masih berjalan (dan saya nikmati) harus saya cut dengan terpaksa. Hmm ˜˜ terima kasih Jogja atas pembelajaran dan rasa nyaman yang diberikan kepada saya, satu dari pada perantau.

Minggu ketiga di dunia kerja dimulai. Teorinya sih jalani dengan senyum, niat kan untuk ibadah & belajar, ingat orang tua dan bla bla bla segala motivasi para newbie di dunia kerja. Tapi kenyataannya? Sudah menjadi rahasia umum bahwa teori memang terlalu manis untuk didengar dan mengamalkannya adalah tantangan sendiri. Hehe

Memotivasi diri. Memperluas jaringan. Adaptasi. Mencoba mengenal mengenal lebih dalam seluk beluk dunia kerja, terutama bagian produksi yang berhubungan langsung dengan para pelaksana di bawah. Ketika itu pula peluang pilihan-pilihan yang lebih baik datang. Sejak saya lulus November lalu, rasa-rasanya belum pernah dalam 2 minggu mendapat 4 panggilan kerja sekaligus. Dan nyatanya setelah saya memilih pilihan pertama, pilihan-pilihan itu datang. Banyak peluang untuk lebih bisa berkarir disana. Apalagi salah satunya adalah perusahaan yang sudah jadi keinginan saya sejak kuliah dulu. Tapi kembali lagi bahwa pilihan selalu melahirkan konsekuensi. Apa yang telah dimulai, selesaikan. Apa yang telah diamanahkan, kerjakan. Dan apa yang telah menjadi keputusan, lakukan sampai batas selesai urusan itu. Berat? Iya. Susah untuk merelakan. Sulit untuk sekedar membiarkan pilihan-pilihan itu pergi begitu saja. Tapi kata seorang teman tadi sore, sebut saja Suko (nama asli),


Memilih itu mudah. Konsekuensi di belakangnya yang berat. Akan tetapi berat atau ringan itu sejatinya diri kita sendiri yang menentukan. Ikhlas adalah kuncinya. Ikhlas bukan berarti diam. Ikhlas dalam arti kita mampu melejit tanpa perasaan merendahkan, tersakiti, atau pun dendam. Jika bekerja adalah ibadah, lakukan yang terbaik.


Keluarga pertama di dunia kerja pertama. wkwk

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part I

CLIMB

Tangan Tuhan atau Tangan Tuan? part II