Pemilu paling rumit dan damai sedunia
https://www.google.com/amp/s/nasional.sindonews.com/newsread/1396823/12/dunia-apresiasi-pelaksanaan-pemilu-damai-di-indonesia-1555541475
https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/3943393/headline-rayakan-pemilu-serentak-2019-dengan-aman-dan-damai
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2019/03/08/pemilu-indonesia-paling-rumit-sedunia
Yap. Ada yang perlu dibanggakan dari kalimat yang menjadi judul di beberapa media massa beberapa hari setelah hajatan akbar negara kita ini 16 April 2019 lalu? Jawabannya ke diri masing-masing. Tapi, disini saya akan sedikit (banyak) bercerita pengalaman noblos tahun ini.
16 April 2019.
03.00 sekitarnya.
Alhamdulillah saya sampai rumah dengan selamat. Meskipun dipenuhi dengan drama-drama sepanjang jalan. Bagaimana tidak, bagi saya ini sedikit (banyak) mirip mudik lebaran. Terminal bekasi sudah penuh penumpang ketika saya datang. Saya datang ketika satu-satunya bis yang jalurnya lewat rumah saya keluar terminal dengan penumpang yang telah penuh. Ini di luar prediksi saya. Teman saya yang berangkat ke terminal duluan ternyata tidak berhasil ngetag kursi buat saya dan dia hanya dapat satu kursi untuk dirinya.
Oke. Alternatif yang muncul adalah saya harus mencari bis yang searah ke rumah dan saya harus berhenti di tengah jalan lalu ganti bus alias ngeteng. Tapi bis-bis dengan jurusan alternatif tersebut ternyata juga disemuti para penumpang. Ini layaknya mudik lebaran. Sampai akhirnya saya menemukan bis tambahan dengan rute searah rumah. Dapat tersenyum lega berpikir besok bisa noblos, meskipun harus elus dada mengetahui tiket bus yang jauh dari harga bus reguler.
Jam 03.00 ini tidak seperti biasanya semua keluarga bangun ketika saya datang. Serasa pulang untuk lebaran jadinya. Tapi yang bikin saya terkejut adalah teman saya berangkat duluan belum sampai karena macet (seperti biasanya). Ternyata bis saya lewat jalur alternatif yang saya pun baru sadari saat itu. Alhasil teman saya baru sampai jam 07.00 dari jadwal seharusnya jam 03.00. Mungkin itu ganjaran ninggalin temen #eeeh
10.00 sekitarnya.
Kami sekeluarga berunding soal siapa saja yang harus dipilih. Kalau presiden sudah punya pilihan masing-masing. Yang sedikit agak ruwet adalah memilih wakil-wakil rakyat. Apalagi bagi kami warga desa yang terbatas informasi. Apalagi bagi mereka yang para tetua yang belum mengenal internet sehingga informasi makin terbatas. Masalah klasik lah ya.
Singkat cerita akhirnya saya buatkan catatan, atau bisa disebut juga contekan, untuk ibu & bapak tentang siapa saja DPD, DPR RI, DPRD I dan DPRD II yang harus dipilih. Catatannya sengaja saya buat besar agar ibu tidak perlu bawa kacamata di bilik suara. Adapun bapak udah bisa menghafal, saya dan adek berbekal foto dari catatan itu.
11.00 sekitarnya
Kami sudah menyoblos semuanya kecuali satu adek yang jadi panitia TPS agak jauh dari rumah. Leyeh-leyeh siang hari sambil minum es degan bareng keluarga memang salah satu nikmatnya liburan (panjang). Ngobrol ngalor-ngidul (ini bahasanya bakunya apa ya) dan sampai lah cerita ibu ketika di bilik suara yang mana membuat kami ketawa. Yap, contekan ibu ternyata dicontek bilik sebelah juga haha. Karena jarak antar bilik yang dekat dan banyak faktor lain. Misalnya karena tulisan contekan yang besar dan ngga sengaja si orang di bilik sebelah liat dan terkaget melihat ibu seniat itu mencoblos sampai membawa catatan. Dan akhirnya si orang pun bilang,"ikutan lihat ya hehe". Jangan dibayangkan bisa terjadi seperti itu ya karena si orang itu juga cerdik yaitu setiap hendak melirik contekan ibu, dia akan membentangkan kertas suara yang lebarnya sekarpet mushola (lebay). Atau dia pura-pura menawarkan bantuan,"Bu, susah lipat ya? Gini lho".
Yap. Inilah yang digadang-gadang sebagai "pemilu paling rumit dan damai".
21-22 Mei 2019. Sekitar sebulan setelah pemilu.
Semua channel berita mengabarkan kerusuhan demi kerusuhan, satu kejadian demi kejadian, amuk massa, bentrok dan sejenisnya yang terjadi ibukota. Tidak lupa dilengkapi dengan foto hasil jepretan profesional yang menggambarkan situasi amat tegang di ibukota. Selama dua hari peristiwa itu menjadi topik hangat negeri ini. Pun pemerintah sampai turun tangan membatasi akses media sosial. Sangat genting. Kurang lebih begitu keadaannya.
Namun, bagi saya banyak hal yang hilang dalam pemberitaan. Tidak ada point utama yang bisa ditarik kesimpulan dalam hampir setiap berita. Mereka seperti fokus merekam kejadian dan membiarkan pembaca atau penonton memberikan kesimpulan sendiri, misalnya si kampret pembuat rusuh, si barisan polisi yang bekerja keras demi keamanan, dan lain sebagainya hingga di kemudian hari lahirlah sudut pandang yang melenceng jauh dalam memandang kejadian 21-22 Mei ini. Banyak yang menyalahkan kampret, banyak juga yang mengelu-elukan aparat keamanan. Tapi tidak sedikit juga yang bingung seperti saya hehe karena pertanyaannya adalah siapa sebenarnya pelaku keributan, onar dan huru hara tersebut? Yap. Menurut saya ini yang harus menjadi point penting pemberitaan. Terus, kemana larinya pemberitaan demo kampret yang sebenarnya berlangsung damai?
Hal-hal seperti itu sedikit demi sedikit baru bisa ditemukan jawabannya beberapa hari kemudian. Pun masih samar. Belum selesai sampai sekarang. Dan beritanya jauh lebih tidak menarik dibanding berita kerusuhan yang masih trending topik beberapa hari ini.
Jadi, apakah pemilu kemarin sudah bisa disebut pesta demokrasi yang paling rumit dan berlangsung damai?
https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/3943393/headline-rayakan-pemilu-serentak-2019-dengan-aman-dan-damai
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2019/03/08/pemilu-indonesia-paling-rumit-sedunia
Yap. Ada yang perlu dibanggakan dari kalimat yang menjadi judul di beberapa media massa beberapa hari setelah hajatan akbar negara kita ini 16 April 2019 lalu? Jawabannya ke diri masing-masing. Tapi, disini saya akan sedikit (banyak) bercerita pengalaman noblos tahun ini.
16 April 2019.
03.00 sekitarnya.
Alhamdulillah saya sampai rumah dengan selamat. Meskipun dipenuhi dengan drama-drama sepanjang jalan. Bagaimana tidak, bagi saya ini sedikit (banyak) mirip mudik lebaran. Terminal bekasi sudah penuh penumpang ketika saya datang. Saya datang ketika satu-satunya bis yang jalurnya lewat rumah saya keluar terminal dengan penumpang yang telah penuh. Ini di luar prediksi saya. Teman saya yang berangkat ke terminal duluan ternyata tidak berhasil ngetag kursi buat saya dan dia hanya dapat satu kursi untuk dirinya.
Oke. Alternatif yang muncul adalah saya harus mencari bis yang searah ke rumah dan saya harus berhenti di tengah jalan lalu ganti bus alias ngeteng. Tapi bis-bis dengan jurusan alternatif tersebut ternyata juga disemuti para penumpang. Ini layaknya mudik lebaran. Sampai akhirnya saya menemukan bis tambahan dengan rute searah rumah. Dapat tersenyum lega berpikir besok bisa noblos, meskipun harus elus dada mengetahui tiket bus yang jauh dari harga bus reguler.
Jam 03.00 ini tidak seperti biasanya semua keluarga bangun ketika saya datang. Serasa pulang untuk lebaran jadinya. Tapi yang bikin saya terkejut adalah teman saya berangkat duluan belum sampai karena macet (seperti biasanya). Ternyata bis saya lewat jalur alternatif yang saya pun baru sadari saat itu. Alhasil teman saya baru sampai jam 07.00 dari jadwal seharusnya jam 03.00. Mungkin itu ganjaran ninggalin temen #eeeh
10.00 sekitarnya.
Kami sekeluarga berunding soal siapa saja yang harus dipilih. Kalau presiden sudah punya pilihan masing-masing. Yang sedikit agak ruwet adalah memilih wakil-wakil rakyat. Apalagi bagi kami warga desa yang terbatas informasi. Apalagi bagi mereka yang para tetua yang belum mengenal internet sehingga informasi makin terbatas. Masalah klasik lah ya.
Singkat cerita akhirnya saya buatkan catatan, atau bisa disebut juga contekan, untuk ibu & bapak tentang siapa saja DPD, DPR RI, DPRD I dan DPRD II yang harus dipilih. Catatannya sengaja saya buat besar agar ibu tidak perlu bawa kacamata di bilik suara. Adapun bapak udah bisa menghafal, saya dan adek berbekal foto dari catatan itu.
11.00 sekitarnya
Kami sudah menyoblos semuanya kecuali satu adek yang jadi panitia TPS agak jauh dari rumah. Leyeh-leyeh siang hari sambil minum es degan bareng keluarga memang salah satu nikmatnya liburan (panjang). Ngobrol ngalor-ngidul (ini bahasanya bakunya apa ya) dan sampai lah cerita ibu ketika di bilik suara yang mana membuat kami ketawa. Yap, contekan ibu ternyata dicontek bilik sebelah juga haha. Karena jarak antar bilik yang dekat dan banyak faktor lain. Misalnya karena tulisan contekan yang besar dan ngga sengaja si orang di bilik sebelah liat dan terkaget melihat ibu seniat itu mencoblos sampai membawa catatan. Dan akhirnya si orang pun bilang,"ikutan lihat ya hehe". Jangan dibayangkan bisa terjadi seperti itu ya karena si orang itu juga cerdik yaitu setiap hendak melirik contekan ibu, dia akan membentangkan kertas suara yang lebarnya sekarpet mushola (lebay). Atau dia pura-pura menawarkan bantuan,"Bu, susah lipat ya? Gini lho".
Yap. Inilah yang digadang-gadang sebagai "pemilu paling rumit dan damai".
21-22 Mei 2019. Sekitar sebulan setelah pemilu.
Semua channel berita mengabarkan kerusuhan demi kerusuhan, satu kejadian demi kejadian, amuk massa, bentrok dan sejenisnya yang terjadi ibukota. Tidak lupa dilengkapi dengan foto hasil jepretan profesional yang menggambarkan situasi amat tegang di ibukota. Selama dua hari peristiwa itu menjadi topik hangat negeri ini. Pun pemerintah sampai turun tangan membatasi akses media sosial. Sangat genting. Kurang lebih begitu keadaannya.
Namun, bagi saya banyak hal yang hilang dalam pemberitaan. Tidak ada point utama yang bisa ditarik kesimpulan dalam hampir setiap berita. Mereka seperti fokus merekam kejadian dan membiarkan pembaca atau penonton memberikan kesimpulan sendiri, misalnya si kampret pembuat rusuh, si barisan polisi yang bekerja keras demi keamanan, dan lain sebagainya hingga di kemudian hari lahirlah sudut pandang yang melenceng jauh dalam memandang kejadian 21-22 Mei ini. Banyak yang menyalahkan kampret, banyak juga yang mengelu-elukan aparat keamanan. Tapi tidak sedikit juga yang bingung seperti saya hehe karena pertanyaannya adalah siapa sebenarnya pelaku keributan, onar dan huru hara tersebut? Yap. Menurut saya ini yang harus menjadi point penting pemberitaan. Terus, kemana larinya pemberitaan demo kampret yang sebenarnya berlangsung damai?
Hal-hal seperti itu sedikit demi sedikit baru bisa ditemukan jawabannya beberapa hari kemudian. Pun masih samar. Belum selesai sampai sekarang. Dan beritanya jauh lebih tidak menarik dibanding berita kerusuhan yang masih trending topik beberapa hari ini.
Jadi, apakah pemilu kemarin sudah bisa disebut pesta demokrasi yang paling rumit dan berlangsung damai?
Komentar
Posting Komentar