Jalan yang Tidak Disangka -Taipei Series part I
"Rejeki datang dari jalan yang tidak kita sangka," kata seorang teman bijak yang kebijakannya terkenal seantero lingkungan pertemanan saya dan dia. #ikiopo
Benar adanya.
Tawaran itu datang tanpa basa-basi.
Undangan itu tertuju seperti tahu.
Tahu bahwa sang penerima undangan tidak mempunyai pilihan lain selain kata iya.
10 Juli 2018
Sore ini Saya pusatkan pikiran Saya untuk recall kembali memori perjalanan 2 minggu lalu ke salah satu bagian negara Pulau Formosa, alias China. Lebih tepatnya Taiwan. Lebih tepatnya lagi Taipei. Proses recall yang lumayan sulit. Membuka kembali agenda perjalanan. Membaca catatan-catatan. Mencocokkan foto dengan kartu nama. Ini menjadi sulit karena adanya jeda akibat tubuh yang tumbang dan menyalakan alarm merahnya untuk berhenti beraktivitas beberapa hari. Akhirnya, bukannya menulis artikel ala-ala berita, malah menjadi remahan cerita di blog ini.
15 Juli 2018
Recall lagi. Mungkin itu jawaban dari salah satu doa di mana saya berharap bisa mempunyai jeda liburan jika saya resign, sebelum memulai liburan baru. Ini baru terpikir ketika setibanya di jakarta, chat WA pertama yang saya baca adalah, "Kamu bisa mulai gabung (perusahaan saya) kapan?". Rencana Alloh memang selalu dan akan terus menjadi yang terbaik.
5 Juni 2018
Perjalanan Bogor-Jakarta kali ini diliputi rasa malas. Bergumul dengan kaum urban. Pukul 08.00 tapi kondisi kereta masih penuh dengan mereka yang menjemput rizki masing-masing. Bahkan perjalanan Manggarai-Sudirman diwarnai dengan drama ibu-ibu yang misuh-misuh versus mba-mba rempong yang membawa kipas portabel.
Dan terjadi ruang pembuatan visa dipenuhi orang-orang yang antri cukup panjang. Masing-masing berkelompok dengan seragamnya sendiri-sendiri. Ternyata mereka adalah calon TKI, baik pria maupun wanita yang mencoba peruntungan di negeri orang. Langsung trenyuh rasanya melihat pemandangan itu. Berangkat dari daerah. Meninggalkan orang tua, anak, dan sanak saudara. Berbulan-bulan di Jakarta untuk mendapatkan panggilan. Berpisah untuk waktu yang cukup lama (biasanya mereka merantau 2 tahun). Demi kualitas hidup yang lebih baik.
Mereka orang-orang "kecil" yang menyumbang banyak terhadap devisa negara. Tapi, apakah mereka sejahtera? Hari itu pula saya tahu bahwa ada fasilitas yang dibedakan, misalnya TKI memakai lift yang berbeda. Saya tidak tahu seperti apa kondisi lift tersebut. Tapi hanya berharap semoga mereka bisa diberikan fasilitas yang sama.
Dan dalam perjalanan ke Taiwan ke depannya ternyata Saya akan dihadapkan dengan obrolan-obrolan dengan mereka. Tentang gaji, iuran wajib ke agen, atasan di tempat kerja, kabur dan tertangkap polisi di luar negeri. Di tulisan selanjutnya.
Benar adanya.
Tawaran itu datang tanpa basa-basi.
Undangan itu tertuju seperti tahu.
Tahu bahwa sang penerima undangan tidak mempunyai pilihan lain selain kata iya.
10 Juli 2018
Sore ini Saya pusatkan pikiran Saya untuk recall kembali memori perjalanan 2 minggu lalu ke salah satu bagian negara Pulau Formosa, alias China. Lebih tepatnya Taiwan. Lebih tepatnya lagi Taipei. Proses recall yang lumayan sulit. Membuka kembali agenda perjalanan. Membaca catatan-catatan. Mencocokkan foto dengan kartu nama. Ini menjadi sulit karena adanya jeda akibat tubuh yang tumbang dan menyalakan alarm merahnya untuk berhenti beraktivitas beberapa hari. Akhirnya, bukannya menulis artikel ala-ala berita, malah menjadi remahan cerita di blog ini.
15 Juli 2018
Recall lagi. Mungkin itu jawaban dari salah satu doa di mana saya berharap bisa mempunyai jeda liburan jika saya resign, sebelum memulai liburan baru. Ini baru terpikir ketika setibanya di jakarta, chat WA pertama yang saya baca adalah, "Kamu bisa mulai gabung (perusahaan saya) kapan?". Rencana Alloh memang selalu dan akan terus menjadi yang terbaik.
5 Juni 2018
Perjalanan Bogor-Jakarta kali ini diliputi rasa malas. Bergumul dengan kaum urban. Pukul 08.00 tapi kondisi kereta masih penuh dengan mereka yang menjemput rizki masing-masing. Bahkan perjalanan Manggarai-Sudirman diwarnai dengan drama ibu-ibu yang misuh-misuh versus mba-mba rempong yang membawa kipas portabel.
Dan terjadi ruang pembuatan visa dipenuhi orang-orang yang antri cukup panjang. Masing-masing berkelompok dengan seragamnya sendiri-sendiri. Ternyata mereka adalah calon TKI, baik pria maupun wanita yang mencoba peruntungan di negeri orang. Langsung trenyuh rasanya melihat pemandangan itu. Berangkat dari daerah. Meninggalkan orang tua, anak, dan sanak saudara. Berbulan-bulan di Jakarta untuk mendapatkan panggilan. Berpisah untuk waktu yang cukup lama (biasanya mereka merantau 2 tahun). Demi kualitas hidup yang lebih baik.
Mereka orang-orang "kecil" yang menyumbang banyak terhadap devisa negara. Tapi, apakah mereka sejahtera? Hari itu pula saya tahu bahwa ada fasilitas yang dibedakan, misalnya TKI memakai lift yang berbeda. Saya tidak tahu seperti apa kondisi lift tersebut. Tapi hanya berharap semoga mereka bisa diberikan fasilitas yang sama.
Dan dalam perjalanan ke Taiwan ke depannya ternyata Saya akan dihadapkan dengan obrolan-obrolan dengan mereka. Tentang gaji, iuran wajib ke agen, atasan di tempat kerja, kabur dan tertangkap polisi di luar negeri. Di tulisan selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar